Tawaran kartu kredit berlimit besar semakin banyak di pasar. Bahkan,
ada yang khusus menyasar entrepreneur kelas rumahan atau UKM.
Mengembangkan usaha bermodal utang konsumtif pun menjadi alternatif.
Bukan hal haram, namun perlu hitungan cermat agar tak terjebak cekikan
bunga hingga merugi.
Bukan rahasia lagi jika mengajukan kredit usaha ke bank tidaklah
semudah mendapatkan pinjaman konsumtif, seperti kredit pemilikan
kendaraan bermotor apalagi sekadar kartu kredit. Pengusaha kelas rumahan
atau usaha kecil dan menengah (UKM), terlebih yang baru sampai di tahap
merintis, rada mustahil mendapatkan kredit modal kerja di perbankan.
Maklum, bank lazim mensyaratkan keterangan tentang usaha yang sudah
dimiliki si calon debitur dan sudah berapa lama usaha yang tengah Anda
ajukan kreditnya itu. Alhasil, sulit bagi perintis usaha mendapatkan
talangan modal dari bank.
Namun, bukan berarti kesempatan memperoleh kredit untuk pengembangan
usaha benar-benar tertutup. Bagaimanapun, bank berkepentingan
menyalurkan kredit agar bisa mendapatkan laba.
Anda masih bisa memanfaatkan jenis kredit atau utang bank lain untuk
mendukung permodalan usaha, yaitu kredit tanpa agunan (KTA) atau kartu
kredit. Yang terbaru adalah tawaran produk anyar dari Bank Danamon,
akhir Mei lalu.
Bank, yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh BUMN Singapura, Temasek,
ini menawarkan kartu kredit yang khusus menyasar kalangan entrepreneur.
“Sifat produk ini adalah by invitation. Jadi, Danamon menawarkan pada
nasabah terpilih, yaitu nasabah tabungan FlexiMax minimal selama enam
bulan,” jelas Bimo, bagian layanan pelanggan Danamon yang dihubungi
KONTAN.
Nasabah produk ini bisa menikmati fitur kartu kredit berlimit tinggi
hingga Rp 500 juta. “Kartu kredit ini adalah jawaban dari survei ke
pengusaha yang membutuhkan dana tunai cepat agar perputaran bisnis
berjalan lancar,” jelas Sonny Wahyubrata, Head of Product Management
Danamon.
Tarif bunga transaksi tarik tunai kartu kredit ini dibanderol 2,75%
per bulan. Adapun, transaksi ritel dibebani bunga sebesar 2,5% per
bulan. Biaya tahunan dibebaskan untuk nasabah FlexiMax.
Jika dibandingkan dengan bunga kartu kredit lain yang lazim
dibanderol 2,95% per bulan dengan limit terbatas, tawaran produk baru
Danamon ini boleh jadi cukup menarik. Namun, seberapa ekonomiskah
memanfaatkan utang konsumtif sebagai alternatif modal usaha?
Utang berharga mahal
Sejatinya, Danamon bukanlah satu-satunya bank yang menawarkan kartu
kredit untuk pelaku usaha yang butuh likuiditas bagi bisnisnya. Bank
BNI Syariah, sebagai misal, sudah lama menawarkan kartu sejenis bernama
Hasanah Card.
Namun, limit kartu pembiayaan ini maksimal hanya Rp 50 juta.
“Sebenarnya tidak sebatas ke pebisnis saja, semua kalangan bisa asal
memenuhi persyaratan,” ujar Imam T. Saptono, Direktur Bisnis BNI
Syariah.
Beberapa kalangan bahkan biasa memanfaatkan KTA untuk menambah permodalan, meski bunganya sangat mahal. Berbahayakah?
Sebetulnya, dalam dunia bisnis, memanfaatkan utang sebagai salah satu
sumber modal pengembangan usaha sudah lazim dilakukan. Mulai dari
pengusaha kelas UKM hingga pengusaha global, banyak yang memanfaatkan
utang sebagai modal pengembangan usaha.
Namun, bagaimana jika utang yang digunakan itu berjenis utang
konsumtif? “Big no! Saya sangat tidak menyarankan penggunaan kredit
untuk berbisnis, apalagi kredit konsumtif yang biayanya mahal. Lebih
baik memakai sistem bagi hasil dengan mencari investor,” tandas Fauziah
Arsiyanti, Financial Advisor Fahima Advisory.
Farah Dini, perencana keuangan FinAlly Planning and Consulting,
berpendapat, utang konsumtif bisa saja diubah menjadi utang produktif
jika digunakan untuk keperluan produktif, seperti pengembangan usaha.
Kendati begitu, melihat bunga kreditnya yang mahal, Anda yang
terpikat memanfaatkan utang konsumtif untuk keperluan bisnis, tetap
harus berhitung cermat dan berhati-hati menimbang segenap manfaat dan
mudaratnya. “Saya sarankan tetap memakai utang sesuai tujuan. Jika untuk
usaha, ya, pakailah kredit modal kerja yang bunganya lebih ringan,”
imbuh Diana Sandjaja, perencana keuangan MRE Consulting.
Bunga kredit modal kerja di perbankan saat ini berkisar 14% per
tahun. Untuk jenis kredit usaha rakyat (KUR) yang plafonnya relatif
kecil, bunganya bisa lebih mahal meski masih di bawah bunga kredit
konsumtif.
Namun, jika Anda sangat membutuhkan likuiditas dan terpaksa harus
memanfaatkan kartu kredit untuk mendukung modal usaha, ada baiknya
memperhatikan advis dari para perencana keuangan sebelum menubruk
tawaran kredit nan menggiurkan itu.
Berikut hal yang perlu Anda timbang sebelum memutuskan memanfaatkan
kartu kredit khusus pengusaha untuk mendukung permodalan bisnis Anda.
1. Cermati Syaratnya
Tidak ada makan siang gratis. Tawaran likuiditas melimpah dalam
bentuk kredit akan selalu mensyaratkan “harga” tertentu. Sebagai misal,
untuk produk kartu kredit khusus pebisnis tawaran Danamon tersebut, si
debitur harus menjadi nasabah tabungan FlexiMax minimal selama enam
bulan.
Informasi yang didapatkan KONTAN, untuk menjadi nasabah FlexiMax,
Anda harus menempatkan setoran awal minimal Rp 1 juta. Sedang saldo
minimal dibanderol Rp 250.000.
Tapi, harap perhatikan, tabungan tersebut juga harus memiliki saldo
rata-rata senilai Rp 50 juta per bulan. Jika tidak, maka nasabah bakal
terkena penalti Rp 250.000 per bulan. Danamon memberikan bunga tabungan
mulai 2,5% per tahun untuk saldo di atas Rp 50 juta, hingga 5% untuk
saldo tabungan di atas Rp 2,5 miliar.
Jadi, tengok saja, apakah Anda memenuhi persyaratan tersebut? Jika
belum, tidak ada perlunya juga memaksakan diri hanya demi mendapatkan
fasilitas kredit berlimit tinggi.
2. Pelajari Skema
Nah, jika memang Anda memenuhi syarat dan mendapatkan tawaran
kepemilikan kartu kredit spesial itu, sebelum terburu mengambil, coba
pelajari dahulu skema kreditnya.
Berapa tawaran bunganya? Bunga kartu kredit pebisnis dari Danamon itu
mencapai 33% per tahun untuk transaksi tarik tunai. Sedang bunga
transaksi ritel dibanderol 30% per tahun. Mahal? Maklumlah, ini adalah
kredit konsumtif yang persyaratannya relatif lebih simpel dibanding
dengan kredit modal kerja atau kredit investasi. “Perhatikan berapa lama
batas tempo pembayaran,” kata Dini.
Kartu kredit pada umumnya tidak mengenakan bunga jika Anda membayar
tagihan penuh sebelum jatuh tempo. Produk ini tak berbeda dengan kartu
kredit umum. Tanggal jatuh temponya adalah 20 hari setelah tanggal cetak
tagihan. Jadi, jika cetak tagihan turun tanggal 1 Juni, jatuh tempo
tagihan kartu kredit Anda adalah pada tanggal 21 Juni.
Nah, jika ingin memanfaatkan kartu kredit itu tanpa dibebani biaya
bunga, pastikan arus kas bisnis Anda bisa memenuhi pembayaran tagihan
sebelum jatuh tempo. “Sebagai pengusaha, Anda harus sudah paham
karakteristik penjualan produknya,” kata Diana.
Perlu juga Anda mengalokasikan dana cadangan pembayaran tagihan kartu
kredit agar jika penghitungan arus kas perusahaan Anda meleset, beban
bunga yang harus Anda tanggung tidak membengkak.
3. Perlu disiplin tinggi
Banyak kalangan masih beranggapan bahwa kartu kredit adalah tambahan
uang. Jangan salah. Tetap ingat bahwa dana yang diperoleh dari
kepemilikan kartu kredit adalah utang.
Utang memiliki biaya yang harus dibayar, apakah itu bernama annual
fee, bunga, maupun penalti. Jika memang membutuhkan kartu kredit untuk
bisnis, pastikan Anda khusus menggunakan untuk keperluan bisnis. Jangan
pernah tergoda menalangi keperluan pribadi. Tujuannya agar penghitungan
pemakaian dan pelunasannya mudah dan terarah.
4. Sesuaikan dengan karakter bisnis
Membiayai usaha dengan utang konsumtif memerlukan kejelian khusus
agar utang nan mudah didapat namun mahal itu tidak makin menjebak
pebisnis ke jurang kerugian.
Para perencana keuangan menilai, tak semua jenis bisnis cocok
dibiayai dengan utang konsumtif seperti kartu kredit. “Sebaiknya bisnis
yang dijalankan adalah bisnis dengan perputaran kas cepat,” ujar Diana.
Maksudnya, barang dan tagihan bisa cepat menjadi uang kembali
sehingga Anda bisa langsung melunasi utang sebelum jatuh tempo. “Yang
tricky dari kartu kredit untuk pembiayaan usaha adalah: Anda bisa
mendapat dana tunai dalam jumlah besar namun cuma punya waktu pendek
untuk membayar lagi. Apakah Anda yakin, usaha Anda bisa menutup utang
dan bunganya?” beber Dini.
Selain itu, tidak elok jika menjadikan likuiditas dari kartu kredit
tersebut sebagai modal utama bisnis Anda. Lebih ideal jika kartu hanya
menjadi pendukung modal manakala terpaksa membutuhkan suntikan
likuiditas tambahan.
5. Pantau Kesehatan
Kesehatan likuiditas menjadi pekerjaan rumah utama Anda sebagai
pebisnis jika Anda ingin memanfaatkan utang konsumtif sebagai pendukung
modal usaha. Diana membeberkan beberapa rasio keuangan untuk mengukur
tingkat kesehatan bisnis kita, terutama dari sisi likuiditas.
Pertama, current ratio atau rasio lancar, yakni sejauh mana utang
lancar dijamin pembayarannya oleh aktiva lancar. Angkanya bisa
didapatkan dari hasil pembagian aktiva lancar dengan utang lancar. Utang
kartu kredit hitungannya masuk utang lancar. Jadi, pastikan Anda punya
aktiva lancar sebagai penjamin utang itu.
Kedua, average collection period alias periode waktu yang dibutuhkan
untuk menagih kredit kepada pelanggan. Angkanya didapatkan dari nilai
piutang usaha dibagi penjualan kredit harian. Semakin besar angka maka
mengindikasikan makin besar keperluan modal. Sebagai contoh, piutang
usaha Rp 430, sedang penjualan Rp 1.450. Maka, ACP sebesar 108 hari atau
hampir 3,5 bulan.
Ketiga, inventory turnover ratio, yaitu berapa lama inventori alias
barang dari masuk gudang hingga kemudian terjual. Angkanya diperoleh
dari harga pokok penjualan dibagi persedian barang. Sebagai contoh,
persediaan senilai Rp 625, harga pokok penjualan Rp 875. Maka, ITR
adalah sebesar 1,4 kali. Sedangkan, jangka waktu yakni 365 hari dibagi
1,4 kali menjadi 260 hari. Ini berarti, dari persediaan menjadi barang
terjual memerlukan waktu selama 260 hari.
Keempat, account payable (A/P) turnover, yaitu rasio untuk mengukur
jumlah perputaran utang usaha. Anda bisa mengetahuinya dengan membagi
harga pokok penjualan dengan utang usaha.
Misal, utang usaha Rp 115, sedang harga
pokok penjualan Rp 875. Maka, perputaran utang usaha adalah 7,6 kali.
Lalu, A/P payment period berarti 365 hari dibagi 7,6 kali menjadi 48
hari. Dengan begitu, pembayaran ke supplier rata-rata adalah per 48 hari
sekali.
Dari angka-angka di atas, di mana A/P turnover 48 hari sekali, sedang
A/R turnover 108 hari sekali, bisa disimpulkan perusahaan itu
memerlukan modal kerja yang besar. “Hal-hal seperti ini perlu dipahami
agar pebisnis tidak terjebak dalam kesulitan likuiditas,” tandas Diana.
Ingat, kesulitan likuiditas bisa menjadi awal petaka.
Setelah menimbang risiko dan manfaatnya, putusan akhir tetap di tangan Anda
Sumber dari : www.kontan.co.id