Tulisan ini dibuat karena banyaknya pertanyaan yang sama ditanyakan
berulang-ulang. Saking seringnya mendapat pertanyaan ini, saya bahkan
sampai menyiapkan piring cantik buat penanya yang beruntung. (halah)
Jadilah saya susun tulisan panjang ini sebagai referensi untuk Anda yang
ingin tahu atau baru ingin memulai berinvestasi.
Ada dua poin penting yang menjadi dasar tulisan ini. Pertama: bahwa investasi itu adalah pengorbanan di masa sekarang untuk memperoleh hasil yang lebih baik di masa depan. Seperti kata pepatah, berakit-rakit ke hulu, berenang-renang ke tepian. Dan kedua: investasi adalah bagaimana membuat money work harder than you, bukan bagaimana Anda bekerja untuk uang.
Before We Get Started
Sebelum memulai, ada baiknya Anda lihat diri Anda sekarang. Berapa
“uang dingin” yang Anda miliki saat ini? Jangan gunakan uang yang
dijatah untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Berapa banyak Anda mau
berkomitmen untuk menyisihkan dana setiap bulan atau setiap tahunnya?
Tiap orang punya latar belakang dan preferensi masing-masing yang
berbeda satu sama lain.
Kalau sudah melihat sikon diri sendiri, sekarang tentukan tujuan
investasi Anda. Berapa besar target yang ingin Anda capai? Berapa lama
jangka waktu yang Anda miliki? Apakah mau menyisihkan dana untuk
pensiun? Ingin naik haji lima tahun lagi? Menabung untuk pendidikan anak
Anda kelak? Sekedar ingin terlihat keren menyandang status sebagai
‘investor’? Atau ingin diam-diam kawin lagi dan butuh dana untuk
menghidupi istri muda? (eh)
Kalau sudah, pertanyaannya sekarang, seberapa kuat Anda berkomitmen
untuk beneran berinvestasi? Secara psikologis, manusia lebih suka
bersenang-senang hari ini (instant gratification) daripada menunda demi kesenangan yang lebih besar di masa depan.
Nah, bisakah Anda melawan godaan ini? Bayangkan, teman Anda punya
iPhone 5 terbaru dan Anda masih menggunakan handphone yang Anda beli
tiga tahun lalu. Teman Anda mencicil mobil baru tiap bulannya, sementara
Anda mencicil saham dan reksadana. Teman Anda bisa mengelus-elus mobil
barunya yang masih mulus. Anda bisa mengelus-elus apa? I’m not saying it’s going to be easy, but I’m telling you it’s probably going to be worth it.
Tapi di sisi lain, jangan pula bersikap terlalu impulsif. Berinvestasi
karena produk X atau bank Y menawarkan Samsung S4 baru atau mobil
Avanza? Tertarik membeli reksadana atau saham karena harganya belakangan
naik? Anda sih bisa saja keluar dari rumah dan naik angkutan apapun
seadanya (ojek, angkot, bus, taksi), dan tiba di tempat yang dituju.
Tapi perjalanan investasi tidak sama dengan perjalanan ke Kelapa Gading
atau ke Pasar Minggu.
Tabungan/Deposito vs. Inflasi
Pada poin kedua yang sudah saya singgung di atas, tujuan investasi adalah to make money work harder than you,
sedemikian hingga Anda tidak perlu bekerja susah payah lagi di kemudian
hari. Anda bisa menikmati kerja keras investasi Anda sementara Anda tak
perlu bekerja dan bebas melakukan sesuatu yang menjadi hobi, passion, atau cita-cita Anda.
Nah, untuk mencapai itu semua, diperlukan instrumen investasi yang (1)
bisa mengalahkan inflasi, dan (2) pada akhirnya kelak bisa menutup biaya
hidup Anda tanpa Anda harus bekerja. Inflasi adalah ilusi yang
mematikan karena menggerus kekayaan Anda tanpa Anda sadari. Lima tahun
lalu, Rp 10.000 bisa buat makan bakso berdua. Tapi sekarang, dengan
nominal yang sama cuma dapat satu porsi saja. Lima tahun lagi mungkin cuma bisa dapat kerupuknya saja.
Saya tidak menyebut tabungan dan deposito sebagai instrumen investasi
karena untuk mengalahkan inflasi saja ia gagal. Misalnya, suku bunga
deposito di BCA untuk nominal di bawah Rp 2 miliar bunganya hanya 4,5%.
Tabungan (Tahapan BCA) di bawah Rp 1 miliar cuma dapat bunga 1,3%.
Bandingkan dengan inflasi kita yang ada di kisaran 6%. Kalau cuma
ditabung, kekayaan Anda akan tergerus 4,7% tiap tahunnya, sementara
kalau didepositokan, akan tergerus 1,5% per tahun.
Beberapa bank (juga BPR) memang ada yang menawarkan rate lebih tinggi. Tapi perlu dicatat bahwa LPS hanya menjamin simpanan pada nominal dan rate
tertentu. Kalau lebih dari itu, LPS tak mau tanggung jawab.
Satu-satunya “keuntungan” deposito menurut saya adalah bilyet
depositonya bisa digunakan sebagai jaminan untuk mendapatkan kredit di
bank yang bersangkutan, walaupun hanya 80-90% dari dana yang Anda
depositokan dengan bunga sekitar 3-4% dari bunga deposito yang Anda
peroleh.
Alternatif yang lebih menarik mungkin Obligasi Ritel Indonesia (ORI)
yang ditawarkan hampir tiap tahun sejak 2006 lalu. Pertama kali
diluncurkan, suku bunga ORI001 besarnya 12,05%, tapi belakangan suku
bunganya makin menurun—mungkin karena peminatnya makin banyak. ORI007
dan ORI008 misalnya cuma dipatok 7,95% dan 7,3% saja. ORI009 bahkan cuma
ditawarkan di 6,25% (jatuh tempo 15 Oktober 2015).
Investasi Reksadana
Saya pernah menulis buku tentang reksadana beberapa tahun lalu. Bagi para pemula, saya memang sering menyarankan reksadana untuk ‘test the water‘,
sebagai wahana untuk menguji dan melatih Anda dalam berinvestasi.
Reksadana relatif mudah dilakukan, bisa memperkenalkan Anda terhadap
dunia investasi dan pasar modal, serta relatif bisa dimulai dengan modal
yang kecil.
Cara memulai investasi di reksadana juga gampang. Anda cukup mencari
produk reksadana yang sesuai, pilih manajer investasinya, baca
prospektusnya, lalu lakukan pembelian (subscription) dan
transfer dananya. Anda bisa membeli langsung melalui manajer investasi
atau membelinya lewat agen (bank) yang ditunjuk. Pilihan produknya juga
beragam, mulai dari reksadana pasar uang, reksadana pendapatan tetap,
reksadana saham, reksadana campuran, reksadana ETF, dan reksadana
indeks.
Seandainya akhir tahun nanti harga NAB-nya Rp 1.500 dan Anda hendak
mencairkan reksadana Anda, maka keuntungan Anda sebesar Rp 200 ribu
(minus komisi/fee/pajak). Sebaliknya, andaikata harga NAB-nya turun jadi Rp 1.000, maka kerugian Anda jadi Rp 300 ribu (plus komisi/fee).
Tiap tahun (atau tengah tahun), manajer investasi akan mengirimkan Anda
laporan investasi reksadana Anda. Laporan inilah yang menjadi
bukti/konfirmasi atas kepemilikan reksadana Anda.
Kalau mau ingin serius terjun ke dunia investasi, saya sebenarnya
tidak terlalu menyarankan reksadana sebagai komponen utama untuk
investasi. Alasan pertama, faktor biaya yang tinggi membuat kinerjanya
jadi kurang optimal (saya pernah menulisnya di sini).
Sebenarnya ada alternatif yang bagus, yaitu reksadana indeks, namun
pilihannya masih terbatas dan faktor biayanya masih dipertanyakan.
Alasan kedua, silakan Anda lihat daftar orang terkaya di Indonesia (atau
di dunia). Anda akan menemukan nama-nama orang kaya berkat saham,
properti, atau bisnis—tapi tidak dari reksadana.
Investasi Saham
Banyak orang membahasakan investasi saham sebagai trading saham—yang tak jarang hanya mengandalkan rumor dan menggunakan margin
yang tinggi. Tentu investasi model semacam itu jelas tidak disarankan.
Selain berisiko tinggi, bisa bikin jantungan dan mengancam keharmonisan
rumah tangga. Investasi saham yang dimaksud adalah investasi yang
dilakukan dengan terukur, dihitung berdasar valuasi yang baik, dan
direncanakan dengan matang. Saya lebih menyarankan pendekatan
fundamental dan jangka panjang, bukan short-term trading dan spekulasi.
Memulai investasi saham mirip dengan memulai investasi reksadana.
Anda harus membuka rekening di sekuritas terlebih dahulu sebelum bisa
bertransaksi.
Yang membedakan antara broker/sekuritas yang satu dengan yang lain
biasanya pada jenis layanan yang diberikan, biaya yang dibebankan kepada
investor, dan pada kekuatan modal (MKBD) yang dimiliki. Mirip seperti
membuka rekening reksadana, Anda akan diminta untuk mengisi formulir,
membuka rekening dana investor (RDI), menyiapkan fotokopi identitas,
NPWP, dan berkas-berkas lainnya. Setelah rekening saham Anda aktif,
biasanya 3×24 jam, barulah Anda bisa menyetor dana (deposit) dan mulai
melakukan transaksi saham.
Belakangan ini, banyak broker/sekuritas memberikan layanan online trading
yang murah dan mudah diakses dari manapun. Anda juga bisa memulai
investasi dengan modal awal yang cukup rendah, mulai dari Rp 5-10
juta—walaupun pilihannya jadi lebih terbatas. Bagi pemula, biasanya saya
sarankan untuk memilih saham-saham blue chip (LQ45) yang solid. Kalau masih bingung, Anda bisa meniru (mirroring) dari reksadana saham. Ambil salah satu reksadana saham yang kinerjanya bagus, download
prospektusnya, lihat komposisi isi perutnya, lalu belilah saham-saham
itu sesuai preferensi dan sikon Anda. Walaupun isinya lebih berbasis historical data dan hanya meng-cover top holding saja, tapi setidaknya informasi ini bisa memberikan Anda sedikit ‘clue.’
Berdasar pengalaman dari beberapa klien saya, selama Anda tidak
memilih saham abal-abal maka kinerja investasi Anda akan cukup
memuaskan—jauh di atas bunga deposito. Bagi mereka yang lebih advanced, saya biasanya menyarankan metode valuasi yang lebih kompleks untuk melihat (spotting) saham-saham yang masih murah dan punya upside potential bagus.
Investasi Emas
Saya pernah menulis buku tentang investasi emas
beberapa tahun lalu tepat pada saat terjadi krisis finansial 2008. Buku
tersebut adalah salah satu buku pertama yang membahas tentang emas—jauh
sebelum hingar bingar soal kebun emas dan dinar emas. Di buku itu, saya
tidak menyarankan emas sebagai investasi ‘per se’, tetapi lebih sebagai
diversifikasi dan hedging risiko.
Saya bukan penggemar emas. Biasanya saya tidak menyarankan komposisi
emas yang terlalu besar dalam portofolio Anda—tak lebih dari 10-15%.
Alasan pertama, emas hanya naik bila didorong oleh faktor krisis,
perang, bencana, dan catastrophe lainnya. Kedua, hasil trace back
ke belakang juga membuktikan bahwa emas masih kalah dari saham,
reksadana, dan properti. Dan terakhir, yang menurut saya paling penting,
emas tidak memberikan cashflow seperti halnya instrumen
investasi yang lain. Anda hanya bisa merealisasikan profit investasi
emas Anda ketika Anda menjualnya lagi.
Bagi Anda yang tertarik berinvestasi emas, saya menyarankan untuk
berinvestasi dalam bentuk fisik. Anda bisa membelinya dari toko-toko
emas atau dari Logam Mulia (PT Antam). Beli emas secara legal dan lengkapi dengan dokumen (sertifikat) yang resmi. Simpanlah dalam tempat yang aman atau sewa safe deposit box
di bank. Saya tidak menyarankan membeli emas dalam bentuk
surat/sertifikat (buat apa?). Saya juga tidak menyarankan membeli emas
dengan mencicil/berhutang—karena emas bisa turun harganya. Saya juga
tidak menyarankan membeli lewat pihak ketiga semisal lewat MLM/arisan
yang dibungkus investasi emas.
Secara hitung-hitungan, lebih menguntungkan membeli dalam bentuk
batangan/lantakan. Pecahan yang kecil (50 gram atau yang lebih kecil)
biasanya lebih “mahal” daripada pecahan yang besar (di atas 50 gram),
tetapi lebih mudah diperjualbelikan kembali karena pasarnya lebih luas.
Kalau Anda punya uang nganggur dan mau “menabung” emas tapi dana
terbatas, Anda bisa membeli dari pecahan terkecil 5 gram (sekitar Rp 3
juta). Ketika hendak menjual kembali, akan lebih menguntungkan kalau
Anda ketemu buyer langsung, seperti famili atau teman kantor, daripada menjualnya ke toko emas.
Investasi Properti
Strategi berinvestasi di properti bisa dimulai dengan mencari rumah
seken yang ada di kisaran harga Rp 500 juta ke bawah (tergantung
lokasi). Rumah di atas Rp 500 juta pasarnya cenderung menyempit dan
spesifik. Selain itu, rumah kelas Rp 500 juta ke bawah lebih pas untuk
disewakan bagi PNS atau pegawai kantoran yang baru menikah (keluarga
muda). Kalaupun Anda ingin menjualnya kembali, dengan harga segitu
relatif tidak sulit bagi Anda untuk menemukan pembeli.
Usahakan Anda bisa mematok biaya sewa 3-7% dari harga properti. Tergantung pada wilayahnya, potensi naiknya harga properti (capital gain)
berkisar antara 10-20% per tahun. Kalau Anda menggunakan pembiayaan
dari KPR untuk mendapatkan rumah tersebut, buat perhitungan dan
perencanaan yang matang. Hitung juga nilai dari bangunan rumah tersebut.
Harga tanah memang cenderung selalu naik, tapi nilai bangunan akan
turun karena termakan usia dan cuaca. Salah satu risiko yang harus
diwaspadai ketika menyewakan rumah adalah rumah menjadi tidak terurus
dan banyak timbul kerusakan.
Ketika Anda hendak membeli rumah untuk disewakan, perhatikan bahwa
harga yang diminta penjual tidak selalu mencerminkan nilai sebuah rumah.
Pintar-pintarlah menemukan barang bagus dimana penjualnya sedang butuh
uang (BU). Kalau untuk disewakan, usahakan membeli properti yang
harganya 70-80% dari harga pasar. Dalam membeli rumah untuk disewakan,
gunakan pertimbangan obyektifitas, jangan gunakan faktor like-dislike, karena toh rumah tersebut tidak untuk Anda tinggali sendiri.
Faktor lokasi jelas sangat mempengaruhi sukses tidaknya berinvestasi
di properti. Pastikan Anda memilih kawasan yang sudah “hidup” dan
ditinggali, bukan rumah kosong yang dibeli spekulan. Pilih juga kawasan
dengan fasilitas perbelanjaan, transportasi, dan sekolah/kampus yang
memadai. Kalau Anda membeli dari developer, pastikan juga track record developer tersebut bisa dipercaya.
Oke, Selanjutnya Bagaimana?
Seperti slogan Nike, just do it! Mulailah segera. Tak usah terlalu banyak membuat perhitungan yang terlalu njlimet
di tahap-tahap awal. Sisihkan uang “dingin” yang Anda punya, pilih
salah satu instrumen yang Anda suka, lalu mulailah berinvestasi. Jangan
takut rugi. Mulailah dengan investasi yang bisa dilakukan dengan modal
yang relatif kecil terlebih dahulu. Anggaplah ini sebagai ongkos
belajar. Daripada Anda bayar jutaan rupiah untuk seminar yang tak jelas, lebih baik untuk belajar investasi langsung.
Jangan berharap return tinggi dalam waktu singkat, terutama di masa-masa awal Anda berinvestasi. Kalau Anda mengharapkan return
yang menakjubkan dalam tempo sekejap, lebih baik Anda masuk ke partai
dan melamar jadi bendahara umum atau makelar proyek. Fokuslah pada
proses pembelajaran, mengumpulkan pengetahuan serta pengalaman, dan
profit akan datang dengan sendirinya. Your purpose is to make mistakes, but in the right direction.
Top-up investasi Anda agar terus bertumbuh, atau biasa juga disebut cost averaging,
yaitu secara periodik melakukan penambahan pada investasi Anda.
Anggaplah seperti menabung. Ada dua hal yang bisa dilakukan: (1) increase your income, dan/atau (2) live below your means. Keduanya memiliki tujuan yang sama, yakni mendapatkan tambahan dana untuk bisa diinvestasikan. Bedanya, live below your means punya limit bawah (pengeluaran Anda tak mungkin nol, bukan?), sementara increase your income secara teknis tak punya limit maksimal (Anda bisa punya penghasilan tak terbatas).
Lakukan fine tuning sambil jalan. Dalam perjalanannya, Anda akan ketemu dengan return, fee, komisi, pajak, dan hal-hal menarik lainnya. Kalau dirasa kurang pas, Anda bisa melakukan adjustment.
Semisal komposisi reksadana Anda terlalu besar, maka Anda bisa
mencairkan sebagian untuk dipindahkan ke yang lain. Atau, semisal Anda
terlalu banyak komposisi di saham tertentu, Anda bisa memindahkan
sebagian ke saham yang lain. Kalau ada yang menawar properti Anda dengan
harga tinggi, Anda bisa menjualnya untuk dipindahkan ke instrumen lain.
Sumber dari :
http://nofieiman.com/cara-memulai-investasi/