Peran media dan Perencana Keuangan serta institusi keuangan dalam
mensosialisasikan produk investasi rupanya cukup sukses. Terbukti dengan
kenaikan jumlah dana yang diinvestasikan dalam produk-produk keuangan.
Namun kenaikan ini rupanya masih dirasa kurang dari sisi sosialisasi
maupun informasi tentang produk investasi dan resiko-resiko
investasinya. Terbukti masih banyaknya pertanyaan yang masuk yang
bernada ketakutan dan panik baik melalui acara di TV, radio, maupun
media cetak dan elektronik.
Pertanyaan seperti, apakah investasi kita masih aman, apakah kondisi
seperti ini sementara, apakah Indonesia akan masuk ke krisis lagi, dan
masih banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang mirip seperti ini. Atau
mungkin konsep Perencanaan Keuangan yang menganjurkan berinvestasi untuk
jangka panjang masih belum 'matang' diterima oleh masyarakat.
Atau banyak juga dari masyarakat yang mungkin hanya belajar
sepotong-sepotong, terlalu bersemangat berinvestasi setelah membaca atau
melihat tayangan TV dan Radio, akibatnya belum memahami esensi dari
investasi tersebut. Banyak juga dari masyarakat yang mempunyai “Mental
Trader” alias berdagang alias memasang posisi jual dan beli ketika pasar
turun ataupun naik.
Seperti yang sudah sering kali dijelaskan, bahwa berinvestasi baik
secara langsung maupun secara tidak langsung (melalui produk keuangan)
akan selalu mengandung risiko. Beberapa risiko di antaranya adalah:
hasil investasi naik atau turun, nilai investasi kita naik dan turun,
investasi kita hilang sama sekali, inflasi dan masih banyak lagi
risiko-risiko lainnya yang mungkin saja terjadi pada investasi kita.
Risiko investasi turun seperti yang kita alami saat ini adalah salah
satu contoh yang mungkin atau bahkan bisa dikatakan sering terjadi.
Kalau kita melihatnya dari kacamata jangka pendek penurunan ini memang
mengerikan.
Apalagi kalau kita baru investasi di awal tahun atau di saat IHSG sedang tinggi-tingginya sudah pasti gemeteran. Akan tetapi apabila kita melihatnya dari kacamata jangka panjang, penurunan ini akan di iringi lagi dengan kenaikan.
Pertanyaannya adalah, kapan? Dan tidak ada yang tahu secara pasti jawabannya serta kapan akan naiknya. Yang pasti sejarah mencatat, bahwa ketika kita berinvestasi untuk minimum 5 tahun ke atas maka hasil rata-rata ketika kita menjual/mencairkan investasi kita 5-10 tahun lagi sudah lebih tinggi dari uang yang kita investasikan sebelumnya. Meskipun hasil ini tidak memberikan jaminan alias garansi bahwa akan selalu seperti ini, tapi kemungkinan besarnya terjadi.
Lalu, bagaimana kita mengantisipasi penurunan seperti yang terjadi sekarang ini? Salah satu rumus yang sering dipakai oleh investor di banyak negara adalah DCA alias Dollar Cost Averaging. Berhubung di Indonesia pakainya Rupiah berarti Rupiah Cost Averaging.
Dengan kata lain, ketika kita berinvestasi memang sebaiknya dicicil saja berlahan-lahan setiap minggu atau setiap bulan. Dengan demikian, nilai nominal investasi kita mendapatkan harga rata-rata.
Ketika harga-harga saham sedang turun seperti sekarang, maka apabila kita berinvestasi secara rutin (baik langsung maupun melalui reksa dana), maka kita akan membeli di harga yang lebih rendah. Otomatis investasi kita di bulan-bulan lalu yang rugi sekarang kerugian menjadi menurun karena harga rata-rata investasi kita yang lebih rendah.
Apalagi kalau kita baru investasi di awal tahun atau di saat IHSG sedang tinggi-tingginya sudah pasti gemeteran. Akan tetapi apabila kita melihatnya dari kacamata jangka panjang, penurunan ini akan di iringi lagi dengan kenaikan.
Pertanyaannya adalah, kapan? Dan tidak ada yang tahu secara pasti jawabannya serta kapan akan naiknya. Yang pasti sejarah mencatat, bahwa ketika kita berinvestasi untuk minimum 5 tahun ke atas maka hasil rata-rata ketika kita menjual/mencairkan investasi kita 5-10 tahun lagi sudah lebih tinggi dari uang yang kita investasikan sebelumnya. Meskipun hasil ini tidak memberikan jaminan alias garansi bahwa akan selalu seperti ini, tapi kemungkinan besarnya terjadi.
Lalu, bagaimana kita mengantisipasi penurunan seperti yang terjadi sekarang ini? Salah satu rumus yang sering dipakai oleh investor di banyak negara adalah DCA alias Dollar Cost Averaging. Berhubung di Indonesia pakainya Rupiah berarti Rupiah Cost Averaging.
Dengan kata lain, ketika kita berinvestasi memang sebaiknya dicicil saja berlahan-lahan setiap minggu atau setiap bulan. Dengan demikian, nilai nominal investasi kita mendapatkan harga rata-rata.
Ketika harga-harga saham sedang turun seperti sekarang, maka apabila kita berinvestasi secara rutin (baik langsung maupun melalui reksa dana), maka kita akan membeli di harga yang lebih rendah. Otomatis investasi kita di bulan-bulan lalu yang rugi sekarang kerugian menjadi menurun karena harga rata-rata investasi kita yang lebih rendah.
Demikian juga apabila Anda tidak berinvestasi secara rutin, penurunan
harga seperti sekarang dapat dilihat sebagai kesempatan untuk membeli di
harga murah. Akan tetapi ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi,
yaitu apabila profil risiko anda agresif alias berani mengambil risiko,
kondisi pekerjaan dan keuangan baik, tidak punya kebutuhan dana dalam
jangka pendek menengah, dan Anda punya dana menganggur untuk
berinvestasi, maka berinvestasilah atau membelilah untuk kemudian
didiamkan sampai kondisi pasar membaik kembali.
Jadi, kalau IHSG dan emas naik turun dan anda masih panik? Ya sudah jangan investasi saja.
Jadi, kalau IHSG dan emas naik turun dan anda masih panik? Ya sudah jangan investasi saja.
Sumber dari :
http://finance.detik.com/ihsg-dan-emas-naik-turun-masih-bikin-panik-ya-jangan-invest