Tuesday 14 May 2013

MENGENAL JENIS-JENIS REKSADANA


Secara umum, Reksa Dana Terbagi 3, yaitu Reksa Dana Terbuka, Reksa Dana Indeks, dan Reksa Dana Terproteksi.

Reksa Dana Terbuka
Reksa Dana Terbuka adalah reksa dana yang dapat dibeli dan dijual sewaktu-waktu setiap hari bursa. Reksa Dana Terbuka dibagi menjadi beberapa jenis tergantung dari isi portofolionya, yaitu :

1. Reksa Dana Pasar Uang
Reksa Dana Pasar Uang (RDPU) adalah reksa dana yang minimum 80% asetnya harus diinvestasikan pada instrumen pasar uang. Imbal hasil dan risiko pada RDPU paling rendah dibandingkan reksa dana lainnya. RDPU ditujukan bagi Anda yang sangat konservatif, yaitu Anda yang menginginkan pendapatan yang teratur dengan tingkat risiko kerugian rendah, dan memiliki jangka waktu investasi kurang dari 1 tahun. Tidak seperti reksa dana lainnya, NAB per unit pada RDPU selalu di harga Rp. 1000, sementara unit penyertaan Anda akan terus berubah setiap harinya.

2. Reksa Dana Obligasi
Reksa Dana Obligasi (RDO) adalah reksa dana yang  minimum 80% asetnya harus diinvestasikan pada obligasi baik korporasi maupun pemerintah. Imbal hasil dan resiko pada RDO relatif lebih tinggi dibandingkan RDPU. RDO ditujukan bagi Anda yang konservatif, yaitu Anda yang menginginkan adanya sedikit pertumbuhan nilai pokok investasi dan telah sanggup menerima adanya penurunan nilai investasi sesaat, dan memiliki jangka waktu investasi antara 1 sampai 3 tahun.

3. Reksa Dana Campuran

Reksa Dana Campuran (RDC) adalah reksa dana yang memiliki kebebasan untuk mengatur komposisi asetnya, baik saham, obligasi, maupun instrumen pasar uang. Imbal hasil dan resiko pada RDC relatif lebih tinggi dibandingkan RDO. RDC ditujukan bagi Anda yang bersifat moderat, yaitu Anda yang menginginkan pertumbuhan investasi yang cukup tinggi dan sanggup menoleransi adanya fluktuasi atas nilai investasi, dan memiliki jangka waktu investasi antara 3 sampai 5 tahun.

4. Reksa Dana Saham
Reksa Dana Saham (RDS) adalah reksa dana yang minimum 80% asetnya harus diinvestasikan pada saham. Investasi di RDS merupakan investasi yang paling berisiko, akan tetapi mempunyai potensi pertumbuhan nilai investasi yang relatif paling tinggi dibandingkan semua jenis reksa dana. RDS ditujukan bagi Anda yang bersifat agresif, yaitu Anda yang menginginkan pertumbuhan investasi yang tinggi dalam jangka panjang dan sanggup menoleransi fluktuasi nilai investasi yang cukup tajam, dan memiliki jangka waktu investasi lebih dari 5 tahun.

Reksa Dana Indeks
Reksa Dana Indeks (RDI) adalah reksa dana yang dikelola untuk mendapatkan hasil investasi yang mirip dengan suatu indeks yang dijadikan acuan, baik itu indeks obligasi maupun indeks saham. RDI mirip seperti Reksa Dana Terbuka, yaitu dapat dibeli dan dijual sewaktu-waktu setiap hari bursa. Pada RDI, minimum 80% asetnya harus diinvestasikan sesuai dengan aset-aset pada indeks acuannya, yang disebut dengan pengelolaan pasif. RDI ditujukan bagi Anda yang menginginkan transparansi atas investasinya dan percaya bahwa pengelolaan secara pasif akan memberikan hasil investasi yang lebih maksimal.

Reksa Dana Terproteksi
Reksa Dana Terproteksi (RDT) adalah reksa dana yang akan memproteksi 100% pokok investasi nasabah pada saat jatuh tempo. Reksa dana ini memiliki jangka waktu investasi yang telah ditentukan sebelumnya oleh manajer investasi, namun dapat dicairkan sebelum jatuh tempo tanpa jaminan adanya proteksi akan pokok investasi. Berbeda dengan Reksa Dana Terbuka dan Reksa Dana Indeks, Reksa Dana Terproteksi memiliki masa penawaran sehingga Anda hanya dapat membeli Reksa Dana ini pada saat tertentu saja. RDT ditujukan bagi Anda yang bersifat konservatif yang menginginkan imbal hasil yang lebih terukur dalam jangka waktu investasi tertentu.

Untuk Konsultasi Silakan Menghubungi

Tjan Budi Tanudjaja
HP          : 0812 1624 2520
Flexi        : 031 781 30181
Email       : tjanbudi1028pru@gmail.com

Monday 13 May 2013

MENGENAL INVESTASI MELALUI REKSADANA


Investasi Reksadana kini semakin lama semakin menjadi sebuah bisnis yang cukup mendapat perhatian lebih di masyarakat hati masyarakat. Penetrasi dalam sector bisnis industry reksadana  ini memang masih terlihat cukup rendah, perkiraan hanya sekitar 1% dari jumlah total keseluruhan penduduk di Indonesia ini, namun sekarang ini keberadaannya mulai dilirik oleh beberapa kalangan, tidak melulu golongan kelas atas melainkan berbagai kalangan cukup berantusias memilih investasi reksadana ini sebagai bisnis komoditi mereka. Karena jika dibandingkan dengan instrumen lainnya, investasi reksadana ini relatif lebih mudah dilakukan dan juga lebih murah untuk pengembangan bisnisnya.

Ada beberapa tips yang bisa kita gunakan untuk meningkatkan instrumen investasi reksadana ini agar bisa memperoleh keuntungan yang besar.

Pertama, mengenali profil resiko anda. 

Mengenai profil resiko ini ada 3 macam yaitu investor konservatif, moderat, dan agresif. Bagi Anda yang memiliki profil konservatif, bisa memilih jenis reksadana saham dan campuran. Dan apabila anda merasa berprofil moderat, bisa mencoba reksadana saham dan campuran pada awalnya, lalu berkembang ke reksadana saham dengan menambah porsinya secara bertahap. 

Profil selanjutnya yaitu investor agresif dimana jenis profil ini memungkinkan seseorang untuk memilih berbagai macam jenis reksadana karena sangat agresif dalam menjalankan usaha ini. Nah sekarang anda tinggal menentukan apakah anda tergolong investor konservatif, moderat, atau agresif. Sangat disarankan jika anda masih baru dan mengenal tentang investasi reksadana untuk tidak memilih jenis reksadana yang bersifat agresif meskipun anda sendiri mempunyai sifat agresif yang sangat tinggi karena tingkat resikonya jauh lebih besar jika dibandingkan dengan profil resiko moderat.

Selanjutnya yang kedua adalah mendiversifikasi reksadana yang telah Anda beli.

 Anda bisa membeli berbagai jenis reksadana dari beberapa manajer investasi (MI) untuk menekan risiko yang ada. Dalam investasi reksadana ada yang namanya manajer investasi ini adalah salah satu manfaat dan keuntungan yang ada pada reksadana sangat cukup membantu dalam mengelola seluruh dana reksa yang Anda miliki.

Ketiga, disiplin dalam membeli reksadana. Investasi reksadana harus Anda lakukan secara bertahap dan disiplin. Jika anda tidak bisa mendisiplinkan investasi anda maka yang terjadi Anda juga belum bisa merasakan manfaatnya. Pada poin ini belilah produk reksadana yang secara  rutin per bulan Anda bisa disiplin dalam menjalankannya, tentunya produk reksadana ini juga harus sesuai dengan perencanaan keuangan Anda sebelumnya.

Keempat, Harus jeli dalam menyusun perencanaan keuangan yang baik agar arus kas bulanan selalu positif. Ingat, jika Anda tak cukup mampu mengatur arus kas bulanan Anda, maka Anda bisa saja mengalami masalah deficit. Kalau sudah defisit, Anda pasti akan tergoda untuk mencairkan investasi reksadana Anda yang belum mencapai target tersebut. Hasilnya investasi yang Anda rencanakan tidak bisa maksimal.

Untuk Kosultasi Silakan Menghubungi :

Tjan Budi Tanudjaja
HP          : 0812 1624 2520
Flexi        : 031 781 30181
Email       : tjanbudi1028pru@gmail.com

MENGAPA BISA KEKURANGAN PROTEKSI ASURANSI ?

Kebanyakan orang Indonesia kekurangan proteksi asuransi. Istilah pada dunia asuransi adalah underinsure. Alias proteksi yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan sebenarnya. Ujungnya, tentu akan kesulitan. Harapan besar bahwa asuransi akan menghapuskan kesulitan ketika kepala keluarga tidak mampu memberi nafkah, sirna sudah.

Banyak contohnya. Evita Carolina (39) warga Bekasi dengan tiga anak mengatakan membayar premi asuransi jiwa sebesar Rp 2,8 juta per tahun. Uang pertanggungannya hanya sebesar Rp 50 juta. ”Memang kurang, tetapi belum ada rencana menambah lagi,” ujar ibu rumah tangga yang baru melahirkan anak ketiganya ini. Nurul Pramudya (36) lebih ekstrim lagi. Dia hanya memiliki asuransi pendidikan sebesar Rp 10 juta untuk kedua anaknya. Padahal, sejak suaminya meninggal 9 tahun lalu, dia berjuang sendirian untuk menghidupi kedua anaknya. Jika terjadi risiko meninggal, kedua anaknya hanya akan menerima uang pertanggungan sebesar Rp 10 juta saja. ”Dahulu jumlah itu sudah terlihat besar, tetapi sekarang kecil sekali,” kata Nurul mengakui kecilnya uang pertanggungan yang dia miliki.

Sementara itu, Fitri Dharmayanti (40) seorang wanita pengusaha di Bengkulu mengatakan dia dan suaminya memiliki asuransi jenis unit link dengan uang pertanggungan Rp 500 juta. Tampaknya uang pertanggungan ini besar. Dengan biaya hidup sebesar Rp 8 juta per bulan, uang pertanggungan ini dapat memenuhi kebutuhan keluarganya selama lima tahun. Setelah lima tahun uang akan habis sementara anaknya yang masih bersekolah di sekolah dasar belum dapat memenuhi biaya hidupnya sendiri.


Mengapa kebanyakan nasabah asuransi tidak memiliki proteksi yang mencukupi kebutuhannya ? Hal itu terjadi karena nasabah sendiri tidak mengetahui berapa sebenarnya proteksi yang dibutuhkan. Sebagian besar orang membeli asuransi berdasarkan promosi dari agen asuransi, bukan kesadaran mencukupi kebutuhan proteksi. Jadi, antara kebutuhan dan proteksi yang ditawarkan tidak sebanding.

Selain kurang informasi dari agen asuransi, nasabah juga tidak memiliki kemampuan untuk menghitung berapa kebutuhan proteksinya. Padahal, caranya cukup mudah lho.

Cara menghitung

Ada beberapa metode digunakan untuk menghitung kebutuhan asuransi. Cara pertama adalah menghitung berdasarkan human live value. Metode ini menentukan uang pertanggungan asuransi berdasarkan berapa penghasilan dari seorang kepala keluarga yang disetahunkan. Penghasilan ini dikalikan dengan seberapa lama kira-kira dana tersebut diperlukan oleh ahli waris hingga ahli waris dapat mandiri. Biasanya, yang digunakan patokan untuk waktu ahli waris dapat mandiri adalah seusai dia selesai kuliah. Asumsinya, si anak atau ahli waris itu selesai kuliah dapat bekerja dan menghidupi dirinya sendiri. Uang pertanggungan ini tidak memperhitungkan pertumbuhan dana jika disimpan di bank atau instrumen investasi lainnya.

Jadi misalnya sebuah keluarga Budi dengan ayah, Budi yang berusia 35 tahun, memiliki seorang istri yang tidak bekerja dan seorang anak yang berusia lima tahun. Penghasilan si ayah sebesar Rp 5 juta per bulan. Maka berdasarkan metode human live value, uang pertanggungan asuransi yang diperlukan adalah sebesar Rp 5 juta x 12 x 20 tahun = Rp 1,2 miliar.

Mengapa dikalikan dengan 20 tahun? Waktu 20 tahun itulah merupakan masa yang harus dilindungi. Mengingat si anak saat ini berusia 5 tahun, dalam waktu 20 tahun mendatang dia akan berusia 25 tahun, diharapkan sudah selesai kuliah dan dapat membiayai dirinya sendiri sehingga tidak tergantung lagi dari uang pertanggungan asuransi


Sehingga keluarga ini memerlukan uang pertanggungan asuransi sebesar Rp 1,2 miliar untuk memproteksi keperluan keluarga selama 20 tahun.

Semakin tinggi uang pertanggungan, semakin tinggi pula premi yang harus dibayarkan. Jika untuk mendapatkan uang pertanggungan sebesar Rp 1,2 miliar premi yang harus dibayarkan terasa mahal, cara ini dapat diganti dengan memperhitungkan pengeluaran, bukan pendapatan.

Seumpama dari pendapatan sebesar Rp 5 juta tersebut ternyata biaya kebutuhan keluarga sebesar Rp 4 juta, maka perhitungannya menjadi Rp 4 juta x 12 x 20 tahun = Rp 960 juta.

Masih ada cara untuk menghitung berapa besarnya uang pertanggungan asuransi, cara kedua adalah income based value (IBV). Dengan cara ini, perlu dihitung berapa dana yang harus diinvestasikan agar dapat menghasilkan uang sebesar Rp 4 juta sebulan seperti contoh di atas untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut. Dana itu harus diinvestasikan pada instrumen investasi yang aman. Saat ini, instrumen investasi yang dikategorikan aman dan memberikan imbal hasil di atas bunga perbankan adalah obligasi negara Indonesia (ORI).

Saat ini, tingkat suku bunga ORI sebesar 7,3 persen, dikurangi pajak 20 persen sehingga didapatkan hasil netto sebesar 5,84 persen per tahun atau 0,48 persen per bulan. Nah, untuk mendapatkan dana sebesar Rp 4 bulan sebagai pengeluaran per bulan dengan bunga sebesar 0,48 persen per bulan berapa besarnya investasi yang diperlukan ?

Cara perhitungannya, Rp 4 juta/0,48 persen = Rp 840 juta. Sehingga idealnya keluarga ini memiliki dana investasi bebas risiko sebesar Rp 840 juta untuk dapat memenuhi pengeluaran sebesar Rp 4 juta per bulan. Dari mana dana investasi ini ? Dana ini didapatkan dari uang pertanggungan asuransi. Sehingga dengan metode IBV, keluarga ini memerlukan uang pertanggungan sebesar Rp 840 juta agar dapat menghasilkan dana sebesar Rp 4 juta per bulan jika pencari nafkah meninggal.

Sementara cara ketiga disebut survival based value (SBV). Dengan cara ini, dihitung berapa utang yang harus dilindungi dan berapa penghasilan yang harus dilindungi sampai orang yang ditinggalkan (disebut survival) dapat bekerja. Metode ini mengasumsikan orang yang ditinggalkan akan bekerja dan akan bekerja setelah ditinggalkan kepala keluarga.

Jika menggunakan metode ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Semakin besar uang yang harus dibayarkan, semakin besar pula uang pertanggungan asuransi yang dibutuhkan. Selain itu, semakin tinggi pendidikan dan semakin banyak pengalaman yang dimiliki pasangan, diasumsikan semakin cepat pula dia mendapatkan pekerjaan. Faktor lain yang harus diperhitungkan juga adalah berapa besarnya dana darurat yang dimiliki keluarga tersebut.

Misalnya keluarga Danu (38). Danu berpenghasilan Rp 10 juta per bulan. Si istri, Ani berusia 30 tahun dan baru dua tahun tidak bekerja. Sebelumnya istri bekerja dengan gaji Rp 4 juta per bulan. Keluarga Budi membeli rumah dengan cara mencicil. Rumah tersebut berharga Rp 400 juta dan sisa utang mereka Rp 300 juta. Cicilan per bulan sebesar Rp 1,5 juta. Total pengeluaran keluarga ini Rp 8 juta per bulan. Keluarga Danu memiliki dana darurat sebesar Rp 50 juta. Berapa besar perlindungan yang harus dimiliki keluarga tersebut ?

Dengan memperhitungkan dana darurat yang sebesar Rp 50 juta, dengan pengeluaran Rp 8 juta berarti dana tersebut dapat digunakan untuk menutup biaya hidup sehari-hari selama 6 bulan.

Selain itu, dengan memperhitungkan pengalaman kerja serta keahlian istri, diasumsikan dia akan mudah mendapatkan pekerjaan lagi setelah suaminya meninggal. Jika penghasilan terakhir Rp 4 juta, diperkirakan penghasilan istri jika bekerja kembali ada kenaikan 10 persen, berarti potensi pendapatan keluarga ini sebesar Rp 4,4 juta per bulan.

Ketika mengikat akad kredit, biasanya kreditor diasuransikan seumur kredit tersebut. Jadi jika meninggal, sisa tagihan KPR akan dilunasi oleh uang pertanggungan dari asuransi kredit tersebut. Jadi pengeluaran sebesar Rp 1,5 juta untuk membayar cicilan KPR tidak ada lagi. Biaya hidup turun dari Rp 8 juta – Rp 1,5 juta menjadi Rp 6,5 juta. Dengan pendapatan istri yang sebesar Rp 4,4 juta dan pengeluaran sebesar Rp 6,5 juta, keluarga ini masih kekurangan pendapatan sebesar Rp 2,1 juta per bulan. Jadi Rp 2,1 x 12 x 20 tahun = Rp 504 juta. Nah, Rp 504 juta inilah yang merupakan kekurangan yang harus ditutupi dari uang pertanggungan asuransi. Dengan uang pertanggungan asuransi sebesar Rp 504 juta ditambah dengan istri yang bekerja kembali, maka keluarga ini tetap dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya jika pencari nafkah utama meninggal dunia.

Hasil perhitungan beberapa metode ini berbeda. Pilihlah yang sesuai dengan keadaan keuangan Anda. Jangan cemas dahulu jika hasil perhitungan menyebutkan Anda memerlukan uang pertanggungan hingga miliaran rupiah. Carilah jenis asuransi yang sesuai dengan kantong.

Untuk mendapatkan uang pertanggungan sebesar Rp 1 miliar, jika Anda masih muda sekitar umur 30an dan sehat, biayanya hanya sekitar Rp 3 juta per tahun jika mengambil asuransi berjangka atau term life. Tentu uang premi akan semakin mahal jika usia bertambah dan kesehatan terganggu.

Oleh sebab itu, janganlah menunda membeli proteksi, demi keluarga tercinta. 

 Untuk Konsultasi Silakan Menghubungi :

Tjan Budi Tanudjaja
HP         : 0812 1624 2520
Flexi       : 031 781 30181
Email      : tjanbudi1028pru@gmail.com











Sunday 12 May 2013

MENENTUKAN UANG PERTANGGUNGAN ASURANSI JIWA

Apa yang Dimaksud dengan Resiko Finansial?
Belum semua orang mengerti arti pentingnya manajemen risiko atau asuransi. Jaman dahulu ketika orang tua atau kakek dan nenek kita meninggal dunia, orang yang ditinggalkan tidak hanya mengalami kesedihan mental akan tetapi juga kesedihan yang bersifat material.

Berapa banyak anak yang putus sekolah atau mulai bekerja di usia belia ketika orang tua mereka secara mendadak meninggal dunia. Beberapa masih beruntung dapat melanjutkan sekolah akan tetapi gaya hidup dan kualitas hidup mereka harus turun drastis seiring dengan menurunnya penghasilan akibat hilangnya penghasilan dari orang tua (pencari nafkah) mereka telah meninggal.

Kita misalkan saja ada sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan 3 orang Anak. Sang Ayah adalah karyawan dengan pendapatan 120 juta per tahun. Sementara Sang Ibu juga bekerja dengan pendapatan 120 juta pertahun.

Pendapatan
==========
Ayah : Rp. 10.000.000,- per bulan
Ibu : Rp. 10.000.000,- per bulan
Anak : 3 orang dan anak yang terkecil berumur 1 tahun

Apakah resiko finansial dari keluarga tersebut? Yang dimaksud resiko finansial dalam keluarga ini adalah adanya peluang terjadinya musibah yang menimpa Sang Ayah (seperti kecelakaan, penyakit kritis, bencana alam, meninggal) yang menyebabkan Sang Ayah tidak dapat bekerja lagi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Keluarga kehilangan satu-satunya pendapatan mereka, sehingga cashflownya menjadi:

Pendapatan
==========
Ayah : -
Ibu : Rp.10.000.000,- perbulan
Anak : 3 orang dan anak yang terkecil berumur 1 tahun

Walaupun sumber pendapatan ayah  sudah tidak ada, biaya untuk kebutuhan hidup tetap harus dibayar.Ibu dan Anak tetap memerlukan makanan. Terlebih lagi apabila Sang Anak masih sekolah/kuliah sampai anak yang terkecil dewasa, secara berkala keluarga harus membayar biaya pendidikan. 

Untuk mempertahankan gaya hidup seperti sekarang, setiap tahun keluarga ini akan mengalami defisit sebesar 120 juta rupiah per tahun atau 10 juta per bulan. Darimana dana yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan ini?

Tanpa adanya perencanaan keuangan yang baik, keluarga dalam waktu dekat akan mengalami kebankrutan. Segala harta yang ada akan dijual untuk memenuhi kebutuhan hidup. Setelah hartanya habis, keluarga tersebut akan hidup dalam kemiskinan.

Disinilah muncul kebutuhan akan proteksi atau asuransi. Sang ayah seharusnya diasuransikan dengan nilai pertanggungan sejumlah nilai deposito,  yang dari bunga depositonya dapat digunakan untuk kehidupan per bulan dari rumah tangga tersebut.

Cara Menghitung Uang Pertanggungan:
  1. Human Life Value (HLV)
Anak yang terkecil berumur 1  tahun, pendidikan anak terkecil sampe dengan usia 23 tahun. Maka perlu perlindungan yang menggantikan penghasilan Ayah selama 23 tahun.

Maka Ayah memerlukan perlindungan dengan uang peratnggungan sebesar:

Masa pertanggungan X penghasilan bulanan X 12 bulanan.

23 tahun X Rp.10.000.000,00 X 12 bulan = Rp.2.760.000.000,00

Karena penghasilan Ayah sama dengan penghasilan Ibu, maka Ibu pun memerlukan perlindungan dengan Uang Pertanggungan sebesar Rp.2.760.000.000,00

2. Base Income

Untuk contoh ini, nilai bunga deposito minimal harus sama dengan kebutuhan rumah tangga per bulan yaitu 10 juta per bulan.

suku bunga deposito saat ini 6 % dan pajak 20 % maka bunga deposito nett sebesar 4,8% per tahun

Penghasilan pertahun = Uang Pertanggungan  X suku bunga nett pertahun

UANG  PERTANGGUNGAN  =  120.000.000

4,8 %

UP = 2.500.000.0000 (2,5 Miliar)

Artinya jika terjadi musibah yang menimpa Sang Ayah, maka asuransi akan memberikan uang sebesar 2.5 Miliar rupiah kepada keluarga yang ditinggalkan.

Setelah Anda mendapatkan perhitungan resiko financial (dana untuk mencukupi biaya /pengeluaran rutin) keluarga,  jika terjadi musibah atas diri Anda, tentu Anda akan menghadapi suatu keputusan penting dalam hidup Anda yang akan kita ambil yaitu membeli proteksi. 

Terkadang kita selalu menunda-nunda, penundaan tentunya akan berdampak timbulnya biaya (matriil) ataupun resiko (musibah yang datang tiba-tiba atas diri Anda)

Untuk Konsultasi Silakan Hubungi :

Tjan Budi Tanudjaja
HP         : 0812 1624 2520
Flexi       : 031 781 30181
Email      : tjanbudi1028pru@gmail.com

CARA MENENTUKAN PREMI ASURANSI ANDA