Monday 13 May 2013

MENGAPA BISA KEKURANGAN PROTEKSI ASURANSI ?

Kebanyakan orang Indonesia kekurangan proteksi asuransi. Istilah pada dunia asuransi adalah underinsure. Alias proteksi yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan sebenarnya. Ujungnya, tentu akan kesulitan. Harapan besar bahwa asuransi akan menghapuskan kesulitan ketika kepala keluarga tidak mampu memberi nafkah, sirna sudah.

Banyak contohnya. Evita Carolina (39) warga Bekasi dengan tiga anak mengatakan membayar premi asuransi jiwa sebesar Rp 2,8 juta per tahun. Uang pertanggungannya hanya sebesar Rp 50 juta. ”Memang kurang, tetapi belum ada rencana menambah lagi,” ujar ibu rumah tangga yang baru melahirkan anak ketiganya ini. Nurul Pramudya (36) lebih ekstrim lagi. Dia hanya memiliki asuransi pendidikan sebesar Rp 10 juta untuk kedua anaknya. Padahal, sejak suaminya meninggal 9 tahun lalu, dia berjuang sendirian untuk menghidupi kedua anaknya. Jika terjadi risiko meninggal, kedua anaknya hanya akan menerima uang pertanggungan sebesar Rp 10 juta saja. ”Dahulu jumlah itu sudah terlihat besar, tetapi sekarang kecil sekali,” kata Nurul mengakui kecilnya uang pertanggungan yang dia miliki.

Sementara itu, Fitri Dharmayanti (40) seorang wanita pengusaha di Bengkulu mengatakan dia dan suaminya memiliki asuransi jenis unit link dengan uang pertanggungan Rp 500 juta. Tampaknya uang pertanggungan ini besar. Dengan biaya hidup sebesar Rp 8 juta per bulan, uang pertanggungan ini dapat memenuhi kebutuhan keluarganya selama lima tahun. Setelah lima tahun uang akan habis sementara anaknya yang masih bersekolah di sekolah dasar belum dapat memenuhi biaya hidupnya sendiri.


Mengapa kebanyakan nasabah asuransi tidak memiliki proteksi yang mencukupi kebutuhannya ? Hal itu terjadi karena nasabah sendiri tidak mengetahui berapa sebenarnya proteksi yang dibutuhkan. Sebagian besar orang membeli asuransi berdasarkan promosi dari agen asuransi, bukan kesadaran mencukupi kebutuhan proteksi. Jadi, antara kebutuhan dan proteksi yang ditawarkan tidak sebanding.

Selain kurang informasi dari agen asuransi, nasabah juga tidak memiliki kemampuan untuk menghitung berapa kebutuhan proteksinya. Padahal, caranya cukup mudah lho.

Cara menghitung

Ada beberapa metode digunakan untuk menghitung kebutuhan asuransi. Cara pertama adalah menghitung berdasarkan human live value. Metode ini menentukan uang pertanggungan asuransi berdasarkan berapa penghasilan dari seorang kepala keluarga yang disetahunkan. Penghasilan ini dikalikan dengan seberapa lama kira-kira dana tersebut diperlukan oleh ahli waris hingga ahli waris dapat mandiri. Biasanya, yang digunakan patokan untuk waktu ahli waris dapat mandiri adalah seusai dia selesai kuliah. Asumsinya, si anak atau ahli waris itu selesai kuliah dapat bekerja dan menghidupi dirinya sendiri. Uang pertanggungan ini tidak memperhitungkan pertumbuhan dana jika disimpan di bank atau instrumen investasi lainnya.

Jadi misalnya sebuah keluarga Budi dengan ayah, Budi yang berusia 35 tahun, memiliki seorang istri yang tidak bekerja dan seorang anak yang berusia lima tahun. Penghasilan si ayah sebesar Rp 5 juta per bulan. Maka berdasarkan metode human live value, uang pertanggungan asuransi yang diperlukan adalah sebesar Rp 5 juta x 12 x 20 tahun = Rp 1,2 miliar.

Mengapa dikalikan dengan 20 tahun? Waktu 20 tahun itulah merupakan masa yang harus dilindungi. Mengingat si anak saat ini berusia 5 tahun, dalam waktu 20 tahun mendatang dia akan berusia 25 tahun, diharapkan sudah selesai kuliah dan dapat membiayai dirinya sendiri sehingga tidak tergantung lagi dari uang pertanggungan asuransi


Sehingga keluarga ini memerlukan uang pertanggungan asuransi sebesar Rp 1,2 miliar untuk memproteksi keperluan keluarga selama 20 tahun.

Semakin tinggi uang pertanggungan, semakin tinggi pula premi yang harus dibayarkan. Jika untuk mendapatkan uang pertanggungan sebesar Rp 1,2 miliar premi yang harus dibayarkan terasa mahal, cara ini dapat diganti dengan memperhitungkan pengeluaran, bukan pendapatan.

Seumpama dari pendapatan sebesar Rp 5 juta tersebut ternyata biaya kebutuhan keluarga sebesar Rp 4 juta, maka perhitungannya menjadi Rp 4 juta x 12 x 20 tahun = Rp 960 juta.

Masih ada cara untuk menghitung berapa besarnya uang pertanggungan asuransi, cara kedua adalah income based value (IBV). Dengan cara ini, perlu dihitung berapa dana yang harus diinvestasikan agar dapat menghasilkan uang sebesar Rp 4 juta sebulan seperti contoh di atas untuk memenuhi kebutuhan keluarga tersebut. Dana itu harus diinvestasikan pada instrumen investasi yang aman. Saat ini, instrumen investasi yang dikategorikan aman dan memberikan imbal hasil di atas bunga perbankan adalah obligasi negara Indonesia (ORI).

Saat ini, tingkat suku bunga ORI sebesar 7,3 persen, dikurangi pajak 20 persen sehingga didapatkan hasil netto sebesar 5,84 persen per tahun atau 0,48 persen per bulan. Nah, untuk mendapatkan dana sebesar Rp 4 bulan sebagai pengeluaran per bulan dengan bunga sebesar 0,48 persen per bulan berapa besarnya investasi yang diperlukan ?

Cara perhitungannya, Rp 4 juta/0,48 persen = Rp 840 juta. Sehingga idealnya keluarga ini memiliki dana investasi bebas risiko sebesar Rp 840 juta untuk dapat memenuhi pengeluaran sebesar Rp 4 juta per bulan. Dari mana dana investasi ini ? Dana ini didapatkan dari uang pertanggungan asuransi. Sehingga dengan metode IBV, keluarga ini memerlukan uang pertanggungan sebesar Rp 840 juta agar dapat menghasilkan dana sebesar Rp 4 juta per bulan jika pencari nafkah meninggal.

Sementara cara ketiga disebut survival based value (SBV). Dengan cara ini, dihitung berapa utang yang harus dilindungi dan berapa penghasilan yang harus dilindungi sampai orang yang ditinggalkan (disebut survival) dapat bekerja. Metode ini mengasumsikan orang yang ditinggalkan akan bekerja dan akan bekerja setelah ditinggalkan kepala keluarga.

Jika menggunakan metode ini, ada beberapa hal yang harus diperhatikan. Semakin besar uang yang harus dibayarkan, semakin besar pula uang pertanggungan asuransi yang dibutuhkan. Selain itu, semakin tinggi pendidikan dan semakin banyak pengalaman yang dimiliki pasangan, diasumsikan semakin cepat pula dia mendapatkan pekerjaan. Faktor lain yang harus diperhitungkan juga adalah berapa besarnya dana darurat yang dimiliki keluarga tersebut.

Misalnya keluarga Danu (38). Danu berpenghasilan Rp 10 juta per bulan. Si istri, Ani berusia 30 tahun dan baru dua tahun tidak bekerja. Sebelumnya istri bekerja dengan gaji Rp 4 juta per bulan. Keluarga Budi membeli rumah dengan cara mencicil. Rumah tersebut berharga Rp 400 juta dan sisa utang mereka Rp 300 juta. Cicilan per bulan sebesar Rp 1,5 juta. Total pengeluaran keluarga ini Rp 8 juta per bulan. Keluarga Danu memiliki dana darurat sebesar Rp 50 juta. Berapa besar perlindungan yang harus dimiliki keluarga tersebut ?

Dengan memperhitungkan dana darurat yang sebesar Rp 50 juta, dengan pengeluaran Rp 8 juta berarti dana tersebut dapat digunakan untuk menutup biaya hidup sehari-hari selama 6 bulan.

Selain itu, dengan memperhitungkan pengalaman kerja serta keahlian istri, diasumsikan dia akan mudah mendapatkan pekerjaan lagi setelah suaminya meninggal. Jika penghasilan terakhir Rp 4 juta, diperkirakan penghasilan istri jika bekerja kembali ada kenaikan 10 persen, berarti potensi pendapatan keluarga ini sebesar Rp 4,4 juta per bulan.

Ketika mengikat akad kredit, biasanya kreditor diasuransikan seumur kredit tersebut. Jadi jika meninggal, sisa tagihan KPR akan dilunasi oleh uang pertanggungan dari asuransi kredit tersebut. Jadi pengeluaran sebesar Rp 1,5 juta untuk membayar cicilan KPR tidak ada lagi. Biaya hidup turun dari Rp 8 juta – Rp 1,5 juta menjadi Rp 6,5 juta. Dengan pendapatan istri yang sebesar Rp 4,4 juta dan pengeluaran sebesar Rp 6,5 juta, keluarga ini masih kekurangan pendapatan sebesar Rp 2,1 juta per bulan. Jadi Rp 2,1 x 12 x 20 tahun = Rp 504 juta. Nah, Rp 504 juta inilah yang merupakan kekurangan yang harus ditutupi dari uang pertanggungan asuransi. Dengan uang pertanggungan asuransi sebesar Rp 504 juta ditambah dengan istri yang bekerja kembali, maka keluarga ini tetap dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya jika pencari nafkah utama meninggal dunia.

Hasil perhitungan beberapa metode ini berbeda. Pilihlah yang sesuai dengan keadaan keuangan Anda. Jangan cemas dahulu jika hasil perhitungan menyebutkan Anda memerlukan uang pertanggungan hingga miliaran rupiah. Carilah jenis asuransi yang sesuai dengan kantong.

Untuk mendapatkan uang pertanggungan sebesar Rp 1 miliar, jika Anda masih muda sekitar umur 30an dan sehat, biayanya hanya sekitar Rp 3 juta per tahun jika mengambil asuransi berjangka atau term life. Tentu uang premi akan semakin mahal jika usia bertambah dan kesehatan terganggu.

Oleh sebab itu, janganlah menunda membeli proteksi, demi keluarga tercinta. 

 Untuk Konsultasi Silakan Menghubungi :

Tjan Budi Tanudjaja
HP         : 0812 1624 2520
Flexi       : 031 781 30181
Email      : tjanbudi1028pru@gmail.com











0 komentar:

Post a Comment