Sunday 19 May 2013

PENGERTIAN REDENOMINASI

Menurut Wikipedia, Redenominasi adalah Penyederhanaan Nilai Mata Uang menjadi Lebih Kecil tanpa mengubah Nilai Tukarnya. Proses tersebut dilakukan dengan mengurangi angka nol pada mata uang yang berlaku sekarang sehingga Rp 1.000 menjadi 1 dan Rp 10.000 menjadi 10 dan seterusnya. Informasi lebih lengkap mengenai alasan, latar belakang redenominasi bisa dibaca di sumber wikipedia ini.

Sudah banyak pro kontra mengenai urgensi mengenai kebijakan tersebut. Namun, pembahasan kali ini, saya akan lebih fokus kepada jika seandainya kebijakan “Potong Nol” ini dilakukan, apa kira2 efeknya terhadap investasi reksa dana di Indonesia.

 Meski masih simpang siur apakah kebijakan ini jadi dijalankan atau tidak, mengingat kita masih keteteran dengan kenaikan harga sapi, bawang, dan belakangan ini cabe, pada berbagai sumber yang saya baca, memang sudah disiapkan tahapannya. Mulai dari sosialisasi, draft tampilan mata uang yang baru, istilah Rupiah Lama dan Rupiah Baru, hingga pemberlakuan secara total dengan penghilangan istilah Rupiah Lama. Berikut ini adalah draft bentuk mata uang baru yang saya peroleh dari website detik.com.




 Apabila kebijakan ini berlaku, maka PR yang harus dilakukan banyak sekali. PR tersebut bukan hanya dari pihak pemerintah namun juga pihak swasta. Sebab tidak semua sistem yang digunakan di Indonesia terhubung dengan jaringan sistem internet dan menggunakan sistem operasi yang sama. Begitu kebijakan tersebut dilakukan, maka semua sistem perbankan, penggajian, label harga dan barcode di supermarket, pembayaran melalui kartu kredit, harga aplikasi di apps store dan google play, sistem pencatatan di reksa dana di bank kustodian dan segala sesuatu sistem yang berhubungan dengan uang perlu disesuaikan. Ini baru pada keuangan, bagaimana pada semua Surat Perjanjian yang biayanya dinyatakan dalam Rupiah, berapa jumlah uang yang harus dikeluarkan untuk merevisi dan menandatangani ulang semua surat perjanjian tersebut?


Sekedar sharing pengalaman, saat ini perusahaan tempat saya bekerja memiliki hubungan dengan lebih dari 1 bank kustodian, dan masing-masing kustodian meskipun memberikan jasa yang sama, sistem yang digunakan tidak sepenuhnya sama. Belum lagi kebijakannya. Bagi perusahaan Indonesia yang memiliki induk perusahaan di luar negeri, tentu perubahan sistem bukan masalah kecil karena sistem yang mereka buat harus sepenuhnya mendapat persetujuan dan sesuai dengan sistem mereka di kantor pusat.

Dengan hanya belasan Bank Kustodian di Indonesia saja sudah sedemikian repotnya, saya tidak bisa membayangkan bagaimana jika dilakukan di industri yang lebih luas seperti bank umum, supermarket, dan jumlah perusahaan lainnya yang tidak terhitung di Indonesia. Dengan adanya undang-undang ini, sepertinya divisi IT akan menjadi bidang pekerjaan yang cukup menjanjikan di masa mendatang karena perusahaan tentu akan berinvestasi besar pada divisi tersebut. 

Sebagai contoh, jangan sampai setelah kebijakan baru berlaku, gaji masih dibayar dengan nominal Rupiah Lama. Misalnya dari 2 Juta Rupiah Lama menjadi 2000 Rupiah baru. Namun karena settingnya masih manual, yang ditransfer tetap 2 juta. Hal ini akan menyebabkan terjadinya kenaikan biaya yang signifikan bagi perusahaan karena gaji naik 1000 kali lipat. Tentu ini bukan sesuatu yang bisa dianggap remeh.

Kembali ke topik tulisan ini, bagaimana dampaknya terhadap reksa dana? Nah, jika seandainya kebijakan ini sungguh-sungguh diterapkan, maka ada 2 dampak yang mungkin terjadi pada reksa dana.

1. Dampak pada Kinerja.

Memang secara langsung, redenominasi tidak berefek pada kinerja reksa dana mau itu jenisnya saham, campuran, pendapatan tetap ataupun pasar uang. Namun, jangan lupa kinerja dari aset dasar reksa dana ini yaitu saham dan obligasi terkadang bisa dipengaruhi oleh inflasi. Terutama inflasi yang naik karena penyebab yang tidak diperkirakan atau tidak diinginkan. Seperti yang disebutkan pada alinea sebelumnya, sistem yang tidak siap bisa memicu lonjakan biaya bagi perusahaan. Belum lagi pembulatan ke atas, misalnya harga barang tadinya Rp 9.500, setelah berlaku Rupiah baru, harusnya menjadi 9.5 namun dibulatkan menjadi 10. Dari 9.5 ke 10 telah terjadi inflasi “karena pembulatan” sebesar 5.3%

Inflasi di atas jelas tidak diinginkan, dan sesuatu yang sifatnya demikian akan berdampak buruk pada perekonomian dan pada akhirnya berdampak buruk pada harga saham dan obligasi. Oleh karena itulah, suka disebutkan bahwa redenominasi harus dilakukan dalam kondisi ekonomi yang stabil, inflasi terkendali dan pemerintah mampu mengendalikan harga. Semoga kasus Sapi, Bawang dan Cabe kali ini menjadi latihan yang bagus pemerintah untuk mengantisipasi kondisi serupa di masa mendatang.

 2. Dampak terhadap Operasional
Secara operasional, maka fokus saya adalah lebih ke hal teknis. Karena hal teknis, maka sebaiknya penjelasan dengan menggunakan contoh.

Katakan anda membeli suatu reksa dana pada tanggal 21 Maret 2013. Harga beli anda adalah 69,288.7029 (sebagai informasi sebagian besar bank kustodian menggunakan hingga 4 angka dibelakang koma, namun entah karena keterbatasan halaman atau apa, tampilan di koran2 hanya pada 2 angka dibelakang koma). Jumlah uang yang anda investasikan adalah Rp 1.000.000 dengan asumsi biaya pembelian 0%. Berdasarkan informasi di atas, maka unit yang anda peroleh adalah 1.000.000 dibagi 69,288.7029 = 14.432367 unit.

Umumnya pencatatan bank kustodian menggunakan pembulatan 4 angka dibelakang koma, namun hingga saat ini tidak ada ketentuan yang seragam di semua kustodian apakah itu dibulatkan ke atas, ke bawah atau berdasarkan angka (di atas 0.5 bulat ke atas dan di bawah 0.5 bulat ke bawah), atau di ambil hingga angka ke 4 dibelakang koma saja tanpa ada pembulatan sama sekali. Saya asumsikan saja digunakan cara tanpa pembulatan yaitu 14.4323.

Nah, bayangkan besoknya redenominasi dilakukan. Maka tentunya penyesuaian harus dilakukan pada reksa dana juga. Pertanyaannya manakah yang harus disesuaikan. Apakah:
  1. Penyesuaian dilakukan pada harga reksa dana?
  2. Penyesuaian dilakukan pada jumlah unit penyertaan reksa dana?
Jika dilakukan pada harga reksa dana dan asumsi 4 angka dibelakang koma dipertahankan maka harga reksa dana akan berubah dari 69,288.7029 menjadi 69.2887. Apabila hal tersebut dilakukan maka kekayaan anda di reksa dana dalam mata uang Rupiah baru adalah 69.2887 dikalikan 14.4323 = 999.9953. Seharusnya harta anda adalah 1000 dalam mata uang Rupiah baru, namun karena penyesuaian ini berkurang 0.0047 atau 0.00047%. Apakah angka tersebut signifikan bagi anda? Mungkin ada yang berpendapat iya ada juga yang tidak.

Jika dilakukan pada unit penyertaan, maka unit yang tadinya 14.4323 akan dibagi 1000 sehingga menjadi 0.0144. Harta anda dalam mata uang Rupiah baru yang seharusnya Rp 1000 akan menjadi 0.0144 dikalikan 69,288.7029 menjadi 997.7573 atau turun 2.25. Jika dalam persentase adalah 0.225%.

Dari simulasi di atas jelas, bahwa jika dilakukan penyesuaian pada Unit Penyertaan, dampaknya akan lebih besar dibandingkan jika dilakukan pada harga reksa dana. Tentu saja, dampak tersebut dapat diminimalkan dengan memperbanyak asumsi jumlah angka dibelakang koma dari 4 menjadi katakan 8. Atau bisa juga melakukan pembulatan ke atas. Namun, kedua opsi tersebut tentu memiliki nilai minusnya. Jika angka dibelakang koma digunakan hingga 8, maka untuk apa kita melakukan redenominasi. Jika opsi yang dipilih adalah pembulatan ke atas, apabila nilai kekayaan dalam Rupiah baru di atas 1000, siapa yang mau membiayai peningkatan tersebut?

Demikian, ini hanya sekedar sharing saya, efek dari suatu kebijakan (yang belum pasti akan dijalankan) terhadap industri reksa dana. Semoga hal ini sudah diantisipasi oleh semua pihak yang berwenang sehingga tidak terjadi kekacauan dalam prakteknya.


0 komentar:

Post a Comment