Saturday 25 May 2013

PENGERTIAN REKSADANA ( 1 )

Pada edisi yang lalu kita telah berbicara sekilas mengenai apa itu saham. Sekarang, saya akan mengajak Anda berkenalan dengan apa yang namanya Reksa Dana. Dalam Bahasa Inggris, Reksa Dana dikenal dengan nama mutual fund.

Reksa Dana adalah sebuah bentuk investasi yang dilakukan secara kolektif (bersama-sama), dan investasi ini dikelola oleh sebuah perusahaan manajemen investasi. Perusahaan manajemen investasi adalah perusahaan yang kerjanya mengelola investasi nasabahnya.

Sebagai contoh, ada investor A, B, C, D, dan E masing-masing memiliki uang berbeda-beda dan memutuskan untuk melakukan investasi secara bersama-sama. Di sini, mereka bisa menggabungkan semua uang yang mereka miliki untuk diserahkan pengelolaan investasinya pada sebuah perusahaan manajemen investasi.

Nantinya, apabila investasi itu memberikan keuntungan, katakan sebesar 15% dalam setahun, maka masing-masing dari investor tersebut akan mendapatkan keuntungan yang besarnya sesuai dengan proporsi jumlah yang mereka investasikan. Tapi bila investasi itu merugi, tentu saja masing-masing dari mereka juga akan merugi sesuai dengan proporsi jumlah yang mereka investasikan tadi.

Nah, bentuk investasi yang dilakukan secara kolektif (bersama) di mana pengelolaan investasinya diserahkan kepada sebuah perusahaan manajemen investasi inilah yang disebut dengan nama investasi Reksa Dana. Perusahaan Manajemen Investasi (selanjutnya kita sebut saja Manajer Investasi) inilah yang lalu akan melakukan investasi ke berbagai macam produk investasi seperti saham, deposito, surat utang, dan lain sebagainya. Reksa Dana sebetulnya merupakan cara yang baik untuk melakukan investasi, karena investasi Anda dikelola oleh tim pengelola investasi yang memang cakap dan (biasanya) berpengalaman.

Bagaimana Cara Kerja Reksa Dana?

Dalam prakteknya, Manajer investasi tidak menunggu investor untuk memasukkan uang lebih dulu sebelum mereka membeli produk investasi, tapi dibalik. Mereka beli dulu produk-produk investasinya, baru kemudian investasi itu dijajakan kepada investor.

Bagaimana caranya? Oke, pertama-tama, manajer investasi (yang menerbitkan Reksa Dana) akan mengundang sejumlah pihak untuk menjadi sponsor/promotor (penyandang dana). Dari sponsor inilah akan didapat dana yang cukup besar, yang akan dialokasikan ke sejumlah produk investasi.

Untuk contoh, kita misalkan saja total dana yang didapat dari sponsor adalah Rp 1 triliun. Dana sebesar itu, oleh Perusahaan Reksa Dana (melalui tim pengelola investasi-nya) akan dibelikan sejumlah investasi, seperti dibelikan sejumlah deposito di berbagai bank, dengan jangka waktu satu bulan. Contoh seperti Tabel 1.

Setelah itu, Perusahaan Reksa Dana akan membagi investasi tersebut ke dalam pecahan-pecahan kecil, yang disebut dengan nama Unit Penyertaan (UP), dimana masing-masing UP akan bernilai Rp 1.000. Sehingga dari total investasi senilai Rp 1 triliun seperti dicontohkan diatas akan didapat UP sebanyak Rp 1 triliun : Rp 1.000 = 1 miliar UP.

Nah, UP inilah yang akan diterbitkan dan dijual ke masyarakat. Dengan demikian, investasi yang dilakukan oleh investor adalah dengan cara membeli UP itu. Untuk menyeragamkan, maka UP Reksa Dana pada awalnya selalu dijual dengan harga awal Rp 1.000. Dalam hal ini, harga atau nilai UP tersebut disebut juga dengan Nilai Aktiva Bersih (NAB).

Jumlah UP yang dibeli investor berbeda-beda, ada yang hanya membeli 100 UP, tetapi ada juga yang membeli 1.000, 5.000, atau bahkan 10.000 UP. Semua itu tergantung dana masing-masing investor. Selain itu, investor juga harus membayar komisi untuk Perusahaan Reksa Dana, yang biasanya maksimal sekitar 0,75% sampai dengan 3% dari total investasi Anda. Sebagai contoh, bila Anda membeli 1.000 UP dengan harga total Rp 1.000.000, maka Anda harus menambahkan sekitar Rp 7.500 sampai Rp 30.000 untuk komisi manajer investasi.

Dalam dunia reksa dana, komisi untuk manajer investasi ini sering disebut dengan nama "biaya penjualan". Ini karena komisi tersebut harus Anda bayar pada saat Anda membeli UP yang dijual itu.

Selanjutnya, karena reksa dana diatas dialokasikan ke dalam Deposito Berjangka 1 bulan, maka tentunya setelah 1 bulan, akan ada bunga deposito yang didapat, sehingga akibatnya NAB dari UP Anda akan naik. Dalam contoh di atas, kita misalkan bahwa masing-masing deposito akan memberi bunga yang sama (meski kenyataannya akan berbeda-beda), seperti contoh tabel 2.

Menurut contoh tersebut, nilai UP yang tadinya dibeli seharga Rp 1.000, setelah satu bulan telah naik menjadi Rp 1.010. Ini berarti, dalam 1 bulan, si pemilik UP (investor) telah mendapatkan kenaikan NAB sebesar 1% per bulan.

Dalam kenyataannya, perubahan NAB suatu reksa dana sangat bergantung pada instrumen investasi yang dipilih tim pengelola investasi. Apabila mereka memilih instrumen deposito sebagai produk investasinya, maka NAB reksa dananya akan terus naik dan tidak mungkin mengalami penurunan. Ini karena sifat deposito yang pasti memberikan keuntungan berupa bunga, sehingga akan terus menambah nilai aset reksa dana.

Tapi ada juga reksa dana yang khusus berinvestasi ke dalam saham. Saham, tidak seperti deposito, memiliki kemungkinan keuntungan yang tidak pasti sifatnya. Bisa naik, bisa pula turun. Karena itu, nilai UP pada reksa dana saham memiliki kemungkinan untuk naik dan juga untuk turun. UP yang tadinya Anda beli seharga Rp 1.000, misalnya, bisa saja jadi Rp 900 pada satu bulan kemudian karena saham-saham yang dipilih oleh manajer investasi turun nilainya. Di sisi lain, bila nilai saham naik, besar kenaikan tersebut bisa lebih besar daripada deposito. Itulah sebabnya, reksa dana jenis ini disebut dengan nama reksa dana growth income.

Reksa dana lainnya ada yang berinvestasi ke dalam obligasi (surat hutang), dan ada juga yang berinvestasi ke dalam kombinasi dari dua atau lebih instrumen investasi, semisal gabungan saham dan obligasi, atau obligasi dan deposito.

Jadi, sebelum membeli reksa dana, tanyalah pada si penjual reksa dana atau bacalah terlebih dahulu prospektusnya (penjelasannya) sehingga Anda tahu reksa dana jenis apakah yang akan Anda beli. Apakah itu reksa dana yang mengalokasikan investasinya pada saham, obligasi, deposito, atau kombinasi antara dua atau tiga instrumen investasi.

Menjual Kembali Reksa Dana Yang Telah Anda Miliki

Setelah beberapa waktu, Anda bisa menjual kembali UP yang Anda miliki kepada perusahaan reksa dana Anda. Jenis reksa dana di mana Anda bisa menjual kembali UP Anda kepada perusahaan penerbitnya disebut dengan nama Reksa Dana Terbuka (open end mutual fund). Lawan dari Reksa Dana Terbuka adalah Reksa Dana Tertutup (closed end mutual fund). Reksa Dana Tertutup adalah jenis reksa dana di mana Anda tidak bisa menjual UP yang Anda miliki kepada penerbitnya, tapi Anda hanya bisa menjualnya kepada investor yang lain, dan penjualan tersebut harus dilakukan lewat bursa.

Untuk Reksa Dana Terbuka, bila sewaktu-waktu Anda ingin menjual UP Anda, maka Anda bisa menjualnya kembali kepada penerbit reksa dana Anda, dan perusahaan reksa dana dilarang untuk menolak penjualan kembali UP dari nasabahnya. Ini tentunya akan menguntungkan Anda.

Sebaliknya, pada Reksa Dana Tertutup, proses penjualan kembali sering mengalami hambatan karena tidak selalu ada investor yang mau membeli UP Reksa Dana Anda. Jadi dengan kata lain, UP dari Reksa Dana Terbuka lebih likuid dari UP pada Reksa Dana Tertutup.

Sumber:
www.perencanakeuangan.com

Friday 24 May 2013

PEREBEDAAN REKSADANA KONVENSIONAL DAN SYARIAH

Reksa Dana merupakan salah satu alternatif investasi yang dapat menjadi solusi bagi investor pemula atau tak punya banyak waktu dan pengetahuan tentang investasi. Reksa Dana terbagi menjadi empat jenis berdasarkan alokasi asetnya, seperti Reksa Dana saham, Reksa Dana campuran, Reksa Dana pendapatan tetap, dan Reksa Dana pasar uang.

Namun tak hanya itu, karena jenis Reksa Dana ternyata terbagi menjadi dua, yaitu konvensional dan syariah.  Perbedaan ini terletak pada pemilihan instrumen dan mekanisme investasi  yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah. 

Berbicara investasi tentu tidak terlepas dari kinerja berupa imbal hasil (return). Bagi investor yang lebih memilih produk syariah, perbedaan antara Reksa Dana syariah dan konvensional dalam hal kinerja bukanlah suatu masalah. Namun, dengan investor yang lebih menyoroti kinerja Reksa Dana, tentu hal tersebut dapat menimbulkan pertanyaan.

Sebenarnya bagaimana kinerja Reksa Dana syariah dibandingkan Reksa Dana konvensional serta bila keduanya dibandingkan terhadap indeks acuan masing-masing berdasarkan jenis Reksa Dana? Untuk menjawabnya, penulis melakukan evaluasi pada kinerja rata-rata Reksa Dana per tahun dalam 5 tahun terakhir. 

Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut. Pertama, mengumpulkan data Reksa Dana jenis Saham, Campuran, dan Pendapatan Tetap yang dibagi menjadi kelompok konvensional dan syariah. Dengan proses tersebut, terbentuklah 6 kelompok Reksa Dana. Reksa Dana yang digunakan adalah yang sudah aktif sejak Desember 2007 sampai dengan saat ini dengan dana kelolaan minimal Rp25 miliar. 

Dengan kriteria ini, diperoleh 34 Reksa Dana saham, 46 Reksa Dana campuran, dan 45 Reksa Dana pendapatan tetap untuk kategori Reksa Dana konvensional. Sedangkan untuk kategori Reksa Dana syariah, diperoleh 5 Reksa Dana saham, 8 Reksa Dana campuran, dan 5 Reksa Dana pendapatan tetap. Kedua, menghitung return dari masing-masing Reksa Dana setiap periode pengamatan. 

Berikut hasil rekap kinerja tahunan dari Reksa Dana konvensional dan syariah dalam periode lima tahun terakhir:


Kategori Reksa Dana
Jenis Reksa Dana
Rata-Rata Return 2008
Rata-Rata Return 2009
Rata-Rata Return 2010
Rata-Rata Return 2011
Rata-Rata  Return 2012*
Konvensional
Reksa Dana Saham
-51.70%
106.28%
37.44%
-0.08%
9.71%
Reksa Dana Campuran
-33.15%
55.60%
24.68%
1.72%
5.52%
Reksa Dana Pendapatan Tetap
2.63%
14.73%
12.93%
13.64%
6.28%
Syariah
Reksa Dana Saham
-58.58%
100.38%
27.62%
-2.59%
13.68%
Reksa Dana Campuran
-41.86%
66.18%
23.03%
0.48%
7.90%
Reksa Dana Pendapatan Tetap
7.54%
12.31%
10.47%
9.31%
5.14%
IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan)
-50.64%
86.98%
46.13%
3.20%
13.39%
IGBI (Infovesta Government Bond Index)
-0.03%
15.99%
14.76%
14.32%
7.08%
*) sampai dengan 9 Nov 2012

Dari tabel di atas, terlihat bahwa secara umum kinerja Reksa Dana syariah selama periode 5 tahun terakhir relatif di bawah Reksa Dana konvensional. Perbedaan tersebut disebabkan karena secara umum kinerja saham-saham syariah cenderung di bawah kinerja harga saham secara keseluruhan. Salah satunya contoh terlihat pada kinerja indeks JII (Jakarta Islamic Index) pada tahun 2010 yang hanya sebesar 27.74% sementara IHSG mencetak return 46.13% di periode yang sama. 

Sedangkan Reksa Dana pendapatan tetap syariah juga hanya unggul dari Reksa Dana konvensional pada tahun 2008. Salah satu penyebabnya, yakni rata-rata kinerja indeks obligasi pemerintah (SUN) pada tahun 2008 kurang solid sebesar -0.03% sedangkan rata-rata kinerja obligasi korporasi syariah dan konvensional masing-masing sebesar 10.79% dan 6.48% sepanjang periode yang sama. Jadi wajarlah jika Reksa Dana pendapatan tetap syariah unggul dibandingkan Reksa Dana pendapatan tetap konvensional yang secara umum memiliki porsi lebih banyak pada SUN.

Nah, kinerja Reksa Dana syariah tampak mulai unggul dibanding Reksa Dana konvensional sepanjang year to date (YTD) 2012 per periode 9 Nov 2012, terutama di jenis Saham dan Campuran. Unggulnya kinerja Reksa Dana syariah tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh 2 hal. Pertama, solidnya kinerja saham-saham syariah secara keseluruhan yang terlihat dari kinerja JII sepanjang periode tersebut mencapai 14.03% di atas IHSG yang sebesar 13.39%. Kedua, strategi manajer investasi Reksa Dana itu sendiri, seperti melakukan rotasi sektor saham yang potensial. 

Mengenai prospek ke depan, penulis berpendapat bahwa industri Reksa Dana syariah masih potensial karena produk syariah yang masih relatif sedikit memberikan peluang untuk dikembangkan, selain itu didukung oleh bertambahnya Daftar Efek Syariah (DES) yang menjadi acuan Manajer Investasi , seperti ISSI (Indeks Saham Syariah Indonesia). Ditambah lagi, dari sisi dana kelolaan, Reksa Dana saham syariah juga menunjukkan pertumbuhan sebesar 86.76% sepanjang YTD Oktober 2012.

Namun, sejumlah tantangan yang harus dihadapi oleh industri Reksa Dana syariah, yakni sosialisasi ke masyarakat atau calon investor. Selain itu, keterbatasan jumlah sukuk, terutama yang diterbitkan pemerintah tentu menjadi tantangan tersendiri untuk manajer investasi.

Bagi investor sendiri, baik yang lebih memilih produk Reksa Dana syariah maupun secara umum, disarankan agar mencermati kualitas Reksa Dana tersebut tidak hanya dari sisi kinerja historis, melainkan dari segala aspek yang dapat mempengaruhi prospek Reksa Dana tersebut.
Sumber dari : www.infovesta.com

Thursday 23 May 2013

BERINVESTASI MAUPUN TIDAK BERINVESTASI TETAP BERESIKO

 Di bandingkan 10 sampai 20 tahun yang lalu, beberapa tahun belakangan ini semarak investasi sungguh jauh berbeda. Kini, orang "biasa" pun sudah memiliki investasi di pasar keuangan, khususnya pasar modal. Dahulu. hanya segelintir orang saja, dan tentunya hanya mereka yang memiliki kekayaan berlebih saja yang berani menyelam di industri pasar moda.
Dahulu, investasi juga sangat terbatas. Biasanya hanya ditempatkan pada emas, tanah, properti, mata uang asing dan sejenisnya. Saat ini berbagai macam instrumen investasi dapat dipilih oleh investor, baik investor "kakap" maupun investor dengan kocek terbatas.
Namun fenomena ini tidak menjadikan seseorang tidak takut lagi akan resiko investasi. Masih banyak golongan menengah yang memiliki uang namun mereka hanya duduk manis di tabungan atau deposito. Seringkali alasan mereka cukup klasik : tak mau berinvestasi karena takut dengan resikonya. Padahal, tidak berinvestasi pun ada resikonya. Bahkan bisa lebih besar, kok bisa ?
Coba lihat tabel perbandingan antara menabung di bank dengan berinvestasi di Reksadana Saham.
 







Ilustrasi dari tabel di atas sebagai berikut :
A menyisihkan uang Rp 1 juta per bulan selama 20 tahun untuk ditabung dengan tujuan uangnya kelak akan di pakai pada saat dia pensiun. A ingin biaya hidup pada saat pensiunnya sama dengan gaya hidupnya saat ini. Katakanlah biaya hidupnya saat ini Rp 3 juta per bulan. Dengan asumsi bunga tabungan 2% nett per tahun, maka pada tahun ke 20, orang ini kira-kira akan punya uang sebesar Rp 295 juta. Padahal biaya hidup itu naik setiap tahun karena adanya inflasi. Kita asumsikan inflasi rata-rata 8% per tahun, maka biaya hidup Rp 3 juta sekarang itu sama dengan Rp 14 juta pada saat 20 tahun mendatang.
Maka jika "hanya" punya uang Rp 295 juta hasil tabungannya sebesar Rp 1 juta per bulan, dia akan kehabisan uang itu pada bulan ke 22. Sehingga uang yang dia kumpulkan selama 20 tahun ternyata hanya bisa menanggung biaya hidupnya pada saat pensiun selama kurang dari 2 tahun saja. Itulah kenapa saat ini banyak sekali orang  yang sudah pensiun "terpaksa" bekerja kembali karena kantongnya sudah menipis.
Bandingkan jika uang Rp 1 juta setiap bulan tadi tidak hanya di tabung, namun diinvestasikan. Misalkan, investasinya di produk reksadana saham dengan imbal hasil 20% per tahun. Maka dalam waktu 20 tahun uang tersebut bisa mencapai Rp 3,1 miliar. Uang tersebut bisa membiayai hidupnya selama 222 bulan atau lebih kurang 18 tahun sejak dia pensiun.
Benar bahwa investasi memang ada resikonya karena nilainya naik turun. Namun, bila menabung saja, mungkin uangnya tak akan berkurang, tetapi sudah pasti tidak cukup untuk membiayai hidupnya.
Jadi, Investasi memang mengandung resiko. Tapi tidak mau investasi juga ada resikonya. Bahkan mungkin resikonya lebih besar.

Tuesday 21 May 2013

MENGENAL RESIKO DALAM BERINVESTASI DAN BAGAIMANA MENGELOLANYA

Investasi merupakan salah satu cara terbaik bagi Anda untuk membangun kekayaan dan membantu mencapai tujuan finansial. Namun, penting untuk disadari bahwa investasi bukanlah langkah paling "aman" karena ia tidak bebas resiko.

Resiko dapat didefinisikan sebagai ketidakpastian dan berhubungan dengan fluktuasi kinerja produk investasi atau kemungkinan turun atau hilangnya dana dari sebuah produk. Semua investasi memiliki resiko, namun dalam skala yang berbeda-beda. Semakin tinggi potensi imbal hasil yang diberikan, semakin tinggi pula resiko investasinya.

Walaupun setiap orang memiliki profil resiko yang berbeda-beda, kebanyakan investor pemula melupakan faktor ini ketika mereka berhadapan dengan tawaran untuk berinvestasi dan hanya fokus pada imbal hasil yang ditawarkan. Tidak jarang mereka harus menanggung kerugian besar, bahkan bangkrut atau terlilit utang akibat tidak mempertimbangkan faktor resiko ini. Menghindari resiko investasi mungkin merupakan langkah yang paling bijak, paling tidak sampai Anda belajar mengenal profil resiko dan bagaimana mengelolanya dengan tepat.

Untuk mengetahui bagaimana mengelolanya dengan baik, Anda harus mengetahui sumber-sumber resiko investasi Anda. Beberapa resiko tersebut antara lain :

1. Resiko Pasar
    Resiko yang berhubungan dengan naik turunnya nilai investasi akibat pergerakan pasar secara umum. Contohnya, jika Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak turun, maka portfolio saham atau reksadana saham kemungkinan besar akan menunjukkan pergerakan serupa.

2. Resiko Suku Bunga
    Resiko yang berhubungan dengan pengaruh perubahan suku bunga terhadap nilai investasi. Contohnya, jika terjadi kenaikan suku bunga, maka nilai investasi di produk obligasi atau reksadana pendapatan tetap akan cenderung bergerak turun.

3. Resiko Inflasi
    Resiko berkurangnya daya beli akibat kenaikan harga. Contohnya, jika meletakkan sebagian besar portfolio dalam tabungan atau deposito, dalam jangka panjang daya beli uang Anda berkurang akibat terjadinya inflasi walaupun jumlah uang tidak berkurang.

4. Resiko Nilai Tukar
    Resiko yang berhubungan dengan nilai tukar mata uang. Contohnya, jika berinvestasi dalam produk yang menggunakan mata uang USD dan terjadi penurunan nilai Rupiah terhadap USD, nilai investasi Anda dalam Rupiah pun akan berkurang.

5. Resiko Kredit
    Resiko yang berhubungan dengan kemungkinan gagal bayar. Contohnya, jika membeli Reksadana Pendapatan Tetap yang salah satu atau beberapa obligasi di dalamnya mengalami gagal bayar, maka nilai investasi Anda akan menurun.

6. Resiko Bisnis dan Karakter
    Resiko yang berhubungan dengan perputaran dana yang Anda investasikan dan karakter dari pengelola dana tersebut. Resiko ini terutama berhubungan dengan resiko berinvestasi di produk non-keuangan atau produk alternatif seperti investasi di MLM, koperasi, unit-unit usaha berbasis emas, dan lain-lain. Contohnya, jika berinvestasi di sebuah perusahaan atau perorangan yang menjalankan usaha peternakan lele, ada baiknya Anda melakukan uji karakter atau benar-benar terjun langsung memantau bisnisnya untuk mengurangi resiko dana dilarikan.

Walaupun resiko terdengar menakutkan, ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengelola resiko investasi Anda, antara lain sebagai berikut :

1. Profil Resiko
    Untuk mengetahui profil resiko, Anda dapat mengisi online survey yang dilakukan oleh bank atau manajer investasi. Secara sederhana, profil resiko adalah seberapa tenang Anda menghadapi fluktuasi nilai suatu investasi. Jika merasa tidak nyaman dengan jenis investasi tertentu atau resiko yang harus Anda ambil untuk berinvestasi pada sebuah produk, jangan breinvestasi dalam produk tersebut.

Profil resiko ini bisa berubah tergantung situasi pribadi dan keuangan Anda saat ini. Sebagai contoh, untuk Anda yang berkeluarga dan memiliki anak yang akan masuk kuliah tahun depan, tentu tidak ingin dana yang sudah dipersiapkan selama bertahun-tahun berkurang sedikit pun apalagi sampai hilang. Dalam hal ini, dana tersebut sebaiknya tetap ada di deposito atau tabungan Anda sampai waktu pendaftaran masuk sekolah anak.

Beberapa orang tetap dapat tidur dengan nyenyak walaupun nilai investasi mereka naik turun. Ada yang akan mengalami insomnia jika terjadi penurunan pada nilai investasinya. Maka, ketahui profil resiko ini sebelum Anda memutuskan untuk berinvestasi dalam produk tertentu. Berapa pun imbal hasilnya tidak akan sebanding jika dalam perjalanannya Anda merasa sangat tidak nyaman.

2. Diversifikasi
    Jangan meletakkan semua telur Anda dalam satu keranjang. Ungkapan ini tepat sekali untuk menggambarkan pentingnya diversifikasi dalam berinvestasi sebagai salah satu cara untuk mengelola resiko. Sebar investasi Anda ke dalam berbagai golongan investasi seperti deposito, obligasi, emas, properti, saham, dan lain-lain. Semakin besar aset Anda, idealnya portfolio semakin bervariasi.

Jarang sekali, investasi dari golongan yang berda bergerak ke arah yang bersamaan. Misal, ketika terjadi krisis di tahun 1997, pasar saham mengalami penurunan sampai dengan 60%, sementara bunga deposito meroket hingga 70-an persen. Dalam contoh ini, jika meletakkan dana di keduanya, penurunan nilai investasi Anda di satu golongan investasi dapat diimbangi oleh kenaikan nilai investasi di golongan lainnya. Tidak ada patokan khusus mengenai komposisi diversifikasi yang paling sesuai. Saran saya, sesuaikan dengan profil resiko, usia dan kondisi finansial Anda.

3. Jangka Waktu
    Semakin lama jangka waktu berinvestasi, semakin rendah resiko investasi yang harus dihadapi karena dalam investasi, waktu adalah sahabat terbaik Anda. Sebagai contoh, untuk mempersiapkan dana pensiun di usia 55 tahun dan standar hidup Rp 5 jt per bulan, hanya membutuhkan investasi sebesar Rp 600rb per bulan di reksadana saham jika Anda berusia 30 tahun, sedangkan untuk Anda yang berusia 40 tahun, angka kebutuhan investasinya menjadi 2,6jt per bulan pada produk sejenis.

4. Pengetahuan
    Ada baiknya meluangkan waktu untuk belajar mengenal produk-produk investasi karena semakin Anda memahami investasi, semakin andal pula kemampuan dalam memilih investasi dan komposisi yang sesuai untuk kebutuhan Anda. Sebagai permulaan, Anda bisa mampir ke blog saya di www.tjanbudi1028pru.blogspot.com untuk membaca artikel-artikel sederhana mengenai investasi dan perencanaan keuangan.

Semoga Bermanfaat,




 

SELUK BELUK TENTANG REKSADANA

Reksadana, menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 Bab I pasal 1 ayat 27, merupakan kumpulan dana dari masyarakat pemodal (investor) yang kemudian diinvestasikan kembali oleh manajer investasi dalam bentuk portofolio efek (portofolio investasi) yang bisa berbentuk saham, obligasi, deposito, dan jenis instrumen investasi lainnya.

Saat ini reksadana umumnya bersifat terbuka, diikat dalam bentuk kontrak yang disebut dengan kontrak investasi kolektif (KIK) antara perusahaan manajer investasi dengan bank kustodian, tempat di mana investor ingin menempatkan dananya pada produk investasi. Sedangkan manajer investasi adalah pengelola dari produk reksadana.

Manajer investasi bertugas untuk :
- membuat alokasi aset bagi reksadana yang dikelola
- mengelola portfolio investasi
- menyusun dan mengimplementasikan strategi investasi
- meminimalisasi resiko investor
- melakukan penyesuaian portfolio investasi dengan perubahan yang terjadi pada pasar investasi

Sementara Bank Kustodian bertugas :
1. Menyimpan Aset Reksadana
2. Administrasi Reksadana
3. Menghitung Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksadana

Dalam membeli reksadana, Anda perlu mengetahui berbagai resiko yang mungkin akan timbul, supaya Anda berhati-hati dalam memilih jenis reksadana.

Beberapa resiko reksadana adalah sebagai berikut :

a. Resiko Default
Merupakan resiko yang paling fatal. Reksadana berinvestasi pada kumpulan surat berharga yang dikenal dengan istilah portfolio efek. Setiap instrumen investasi ini memiliki resiko berbeda, salah satunya adalah tidak kembalinya dana investor yang sudah ditempatkan.

b. Tingkat Pengembalian Fluktuatif atau turunnya NAB
Surat berharga diperdagangkan di pasar, baik di bursa maupun secara langsung, sehingga memiliki resiko naik atau turun tergantung dari permintaan dan penawaran surat berharga tersebut. Hal ini berakibat NAB dari unit penyertaan akan turun atau naik.

c. Resiko Likuiditas
Hal ini merupakan komponen yang penting, karena tanpa likuiditas, investor bisa mengalami kesulitan dana dalam bentuk kerugian tunai akibat tidak bisa menjual portfolio investasinya. 

d. Resiko Pasar
Resiko pasar dapat terjadi apabila harga instrumen investasi mengalami penurunan yang disebabkan oleh menurunnya kinerja pasar saham atau pasar obligasi secara drastis. Resiko pasar yang terjadi, secara tidak langsung akan mengakibatkan NAB pada unit penyertaan mengalami penurunan.

Reksadana terbagi menjadi beberapa jenis :

1. Reksadana Pasar Uang
Reksadana yang menempatkan 100% dana pada instrumen pasar uang, yaitu instrumen utang jangka pendek yang kurang dri 1 tahun, misalnya sertifikat Bank Indonesia, deposito, atau obligasi yang akan jatuh tempo kurang dari 1 tahun. Produk ini ditujukan untuk jangka pendek, karena tidak berfluktuasi secara tajam baik naik atau turunnya NAB pada unit penyertaan.

2. Reksadana Pendapatan Tetap
Manajer investasi menggunakan dana investor untuk diinvestasikan pada obligasi atau surat utang. Manajer investasi akan mendapatkan bunga secara rutin. Hal ini yang dimaksudkan "pendapatan tetap" yaitu nilai bunga yang diterima manajer investasi dari penerbit obligasi selalu tetap, sampai jatuh tempo. Obligasi biasanya juga diperjualbelikan di pasar modal layaknya saham. pada saat tertentu harga obligasi naik, pada saat yang lainnya harga turun.

Fluktuasi ini akan mempengaruhi NAB reksadana yang akhirnya mempengaruhi harga unit penyertaan. Reksadana pendapatan tetap  bisa dijadikan alat investasi jangka menengah yaitu 5-10 tahun, hal ini untuk menghindari kerugian akibat fluktuasi harga obligasi dalam jangka pendek.

3. Reksadana Campuran
Manajer investasi menggabungkan dana untuk investasi pada instrumen saham, obligasi, deposito secara bersama-sama. Dengan reksadana campuran, investor berkesempatan mendapat imbal hasil dari berbagai macam instrumen investasi.

Biasanya tingkat keuntungan yang diberikan reksadana campuran bisa lebih tinggi dibandingkan reksadana pasar uang maupun reksadana pndapatan tetap, terkadang bisa hampir menyamai imbal hasil di reksadana saham. Resiko yang kemungkinan terjadi tidak terlalu besar dibandingkan pada reksadana saham. Hal ini dikarenakan manajer investasi bisa secara mudah memutar dana di segla situasi.

4. Reksadana Saham
Manajer investasi menempatkan dana investor dalam instrumen saham. NAB reksadana saham bergerak seiring perubahan harga saham-saham yang telah dibeli manajer investasi di bursa. Jika harga saham naik, maka NAB meningkat. Demikian juga sebaliknya apabila harga saham turun, NAB menjadi turun. Hal ini mengakibatkan harga unit penyertaan menjadi fluktuatif. Apabila unit penyertaan dijual ketika harganya lebih rendah dibandingkan saat membeli, maka terjadilah kerugian. Reksadana ini cocok untuk jngk panjang, dianjurkan di atas 10 tahun, karena secara umum harga saham meningkat, sehingga diharapkan NAB reksadana juga mengalami peningkatan.