Monday 10 June 2013

UNTUK LEBIH AMANNYA SIAPKAN DANA DARURAT ANDA


Apa sih logikanya kenapa ditentukan bahwa dana darurat itu harus bisa mengcover biaya hidup selama 3-6 bulan dan lebih? Kenapa tidak 5 bulan, atau 7,5 bulan? Pertanyaan yang menarik juga nih.

Kalo menurut sedikit teori behavioural finance, seseorang biasanya lebih memilih untuk mengikuti suatu rule of thumb yang sudah ada daripada memikirkan alasan di belakang aturan tersebut. Akhirnya menjadi wajar jika kita menjadi terbiasa dengan angka kelipatan 3 dalam menghitung dana darurat tanpa memikirkan logika dibalik angka tersebut.

Dari beberapa sumber yang saya baca, ada penjelasan yang menurut saya paling masuk akal dalam hal ini. Biar gampang akan saya uraikan dalam beberapa poin :

1. Level dana darurat sebanyak 3 bulan dianggap cukup untuk mengcover masa pencarian pekerjaan baru jika seseorang kehilangan pekerjaan. Menurut beberapa artikel, masa mencari pekerjaan ini umumnya baru berhasil pada bulan ketiga, jarang ada yang berhasil memperoleh pekerjaan 1-2 bulan setelah berhenti dari pekerjaan lama.

2. Level 6 bulan dianggap sebagai posisi yang lumayan aman karena biasanya setelah 3 bulan mencari pekerjaan dan seseorang masih belum juga memperoleh pekerjaan baru maka dengan sendirinya akan timbul kesadaran tentang masalah keuangan yang akan dihadapi. Otomatis akan ada penyesuaian dari sisi biaya hidup rutin untuk mengantisipasi kondisi yang terburuk dan mendukung backup plan yang mungkin dilakukan. Dana darurat tersisa sebanyak 3 bulan biaya rutin dianggap cukup sebagai penopang masa transisi ini.

Dari uraian di atas tentunya kita bisa melihat bahwa semakin banyak dana darurat yang tersedia sebenarnya semakin bagus dalam kondisi yang tidak diharapkan. Untuk itu, tingkat keyakinan mengenai keamanan pekerjaan, profil resiko pribadi serta keyakinan akan kemampuan untuk survive menjadi hal penting dalam penentuan level optimum dana darurat ini. 

Namun demikian, teori dana darurat ini tidak bisa diterapkan secara mutlak untuk semua kondisi. Ada beberapa profesi dan kondisi yang memerlukan penyesuaian, seperti misalnya:

1. Freelancer atau profesi lain yang tidak memiliki penghasilan rutin. Level dana darurat yang tersedia sebaiknya juga ditambah dengan rata-rata masa tidak memiliki penghasilan. Sebagai contoh, sebuah keluarga memiliki keyakinan dana darurat di level 6x biaya rutin bulanan. Namun, berdasarkan pengalaman, pendapatan keluarga ini diperoleh paling lama 3 bulan sekali. Dengan demikian maka akan lebih baik jika level dana darurat ini ditambah menjadi 9x biaya rutin bulanan.

2. Memiliki hutang berbunga tinggi. Ambil contoh, ada orang yang tidak memiliki tabungan dan di saat yang sama masih memiliki hutang kartu kredit dan masih terus berusaha untuk mengurangi outstanding hutang tersebut. Saat menerima bonus tahunan (asumsi masih belum mencukupi untuk membayar lunas hutang tersebut), apakah yang harus dilakukan?
Mengalokasikan semua bonus untuk mengurangi hutang berbunga tinggi atau menyisihkan sebagian untuk tabungan? Banyak financial planner, termasuk Dave Ramsey, menyarankan pilihan kedua. Kenapa? Karena walaupun masih memiliki hutang berbunga tinggi, seseorang tetap memerlukan sedikit dana darurat untuk keperluan-keperluan mendadak, seperti misalnya biaya penggantian aki untuk mobil. Jika tanpa dana darurat sama sekali maka dengan sendirinya orang tersebut akan kembali dipaksa untuk menggesek kartu kredit lagi dan membuat masa penyelesaian kartu kredit semakin panjang. Secara psikologis hal ini tidak membantu niat seseorang untuk benar-benar bebas dari jeratan hutang. Di Amerika, ada suatu konsensus tidak resmi yang menyatakan bahwa sebesar apa pun hutang yang dimiliki, seseorang sebaiknya memiliki USD 1.000 sebagai dana darurat. Setelah itu barulah fokus untuk melunasi hutang dan kemudian menaikkan level dana darurat.

Demikian sedikit tambahan tulisan mengenai dana darurat keluarga. Semoga bisa bermanfaat untuk kita semua.

0 komentar:

Post a Comment