Fase menguliahkan anak ke perguruan tinggi kerapkali menjadi masa
paling penuh perjuangan dalam hidup berkeluarga. Agar tidak kalang
kabut, simak apa saja yang perlu Anda tempuh dalam menyiapkan biaya
kuliah anak.
Menikah dan membentuk keluarga masih menjadi mimpi sebagian besar orang
di Indonesia. Selain tuntutan psikis dan biologis, berkeluarga juga
telah menjadi tuntutan sosial di negeri ini. Maklumlah, posisi keluarga
dalam budaya masyarakat kita masih sangat diperhitungkan.
Indikasi paling kuat? Tengok saja setiap Lebaran tiba. Jutaan orang
berjibaku mengerahkan tenaga, energi dan duit "hanya" untuk mudik
memburu momentum berkumpul dengan keluarga besar.
Namun, seperti kita tahu, tiada pilihan tanpa konsekuensi. Pilihan
menikah dan membentuk keluarga juga melahirkan sederet konsekuensi dan
sederet tanggung jawab baru, yang bisa dibilang cukup berat. Pilihan
memiliki anak, misalnya.
Menimang buah hati menjadi salah satu mimpi terbesar mereka yang
menikah dan berkeluarga. Anak menjadi berkah tak terkira dan mampu
mengubah drastis sisi kehidupan orangtua. Ibaratnya, nyawa pun rela
diberikan demi kebahagiaan buah hati tercinta.
Anda tentu sepakat jika memiliki anak sama artinya memiliki tanggung
jawab baru yang luarbiasa besar. Tanggung jawab mendidik dan
membesarkannya sejatinya sudah melekat di saat janin mulai tumbuh di
kandungan ibu.
Masalah sandang dan pangan serta papan mungkin bagi Anda sudah bukan
persoalan. Namun, menjadi orangtua berarti harus mulai memikirkan
tentang kebutuhan pendidikan si anak.
Mulai kapan sih idealnya menyiapkan dana pendidikan anak? Para
perencana keuangan kebanyakan menyarankan agar para orang tua menyiapkan
biaya sekolah anak sedini mungkin. "Idealnya sejak bayi masih dalam
kandungan. Bahkan, bagi pasangan muda yang belum punya anak, bisa
disiapkan sejak awal agar beban investasi bulanan lebih kecil," kata
Prita Ghozie, perencana keuangan ZAP Finance.
Diana Sandjaja, perencana keuangan MRE Consulting, menilai, lebih awal
menyiapkan biaya kuliah anak, lebih ringan biaya yang mesti disisihkan
oleh orangtua. Juga, orangtua lebih leluasa menyisihkan dana tersebut.
Untuk biaya kuliah, misalnya. Jika saat ini bayi Anda masih di dalam
kandungan, maka Anda punya waktu setidaknya 18 tahun untuk menabung atau
berinvestasi menyiapkan dananya. Waktu selama itu relatif leluasa bagi
orangtua untuk memperkirakan kebutuhan biaya kuliah, membuat simulasi
kebutuhan biaya, memilih produk tabungan atau investasi, dan memulai
langkah menabung atau berinvestasi.
Inflasi itu nyata!
Sampai di sini, mungkin ada di antara kita yang menilai, waktu 18
tahun terlalu dini untuk berepot-repot ria menyiapkan dana kuliah si
orok yang masih di dalam perut. Namun, percayalah, ketimbang jungkir
balik tak karuan ketika kebutuhan sudah terlalu dekat, bersiap-siap
lebih awal akan membuat hidup Anda lebih tenang dan nyaman.
Pasalnya, laju kenaikan biaya pendidikan, termasuk biaya kuliah,
terbilang sangat kencang, jauh melebihi angka inflasi yang diumumkan
oleh Badan Pusat Statistik (BPS) saban awal bulan.
Para perencana keuangan biasa memakai rata-rata asumsi kenaikan biaya
pendidikan S1 antara 10% -- 20% per tahun. Namun, pada kenyataannya
angka kenaikannya sangat mungkin jauh di atas itu.
Tak percaya? Sebagai contoh, tahun 2000 silam, SPP alias sumbangan
pembinaan pendidikan di fakultas non-eksak Universitas Gadjah Mada (UGM)
Yogyakarta cuma berkisar Rp 500.000 per semester. Angka itu setara Rp
84.000 per bulan, bersih tanpa biaya-biaya tambahan lain. Nah, 11 tahun
kemudian, biaya yang harus dibayar oleh mahasiswa S1 kampus itu melonjak
cukup besar. Tak cuma SPP, mahasiswa juga diwajibkan membayar biaya
operasional pendidikan (BOP) sebesar Rp 60.000 -- Rp 75.000 per satuan
kredit semester (sks).
Alhasil, mahasiswa wajib membayar minimal Rp 1,9 juta per semester.
Itu belum termasuk ongkos sumbangan wajib minimal berkisar Rp 5 juta --
Rp 10 juta. Taruh kata, total biaya yang harus dibayar mahasiswa UGM
adalah Rp 2,5 juta per semester tahun 2011. Itu berarti dalam 10
tahun,inflasi biaya kuliah di sana mencapai 400% atau 40% per tahun!
Itu baru secuil contoh di universitas negeri yang selama ini terkenal
cukup murah. Biaya kuliah di universitas swasta boleh jadi lebih
dahsyat ongkosnya. Ketika mengetahui deru inflasi itu nyata,
rasa-rasanya tidak ada jalan lain untuk mengantisipasi kebutuhan di masa
depan selain berinvestasi. Anda tentu tidak ingin anak Anda kelak
terlunta-lunta nasib pendidikannya, bukan?
Lantas, apa saja yang harus kita lakukan untuk menyiapkan biaya
kuliah anak? Simak beragam tip dari para perencana keuangan berikut ini:
Riset sekolah
Meriset universitas yang kemungkinan kelak menjadi tempat anak Anda
menempuh pendidikan sarjana menjadi hal pertama yang perlu dilakukan.
Ini berkaitan dengan tujuan penyusunan rencana keuangan.
Mungkin saat ini Anda merasa terlalu dini jika menentukan perguruan
tinggi mana yang kelak jadi pilihan anak Anda. Orangtua biasanya sulit
memiliki gambaran seperti apa minat dan bakat si anak. Alhasil, jumlah
dana yang perlu disiapkan juga masih mengawang-awang. "Namun, tetap bisa
disiapkan dengan memakai asumsi biaya sekolah atau kuliah di perguruan
tinggi favorit," kata Diana.
Universitas pilihan bisa kampus lokal negeri atau swasta, bisa pula
universitas mancanegara. Meriset biaya pendidikan melalui internet bisa
lebih efektif. Bisa pula mendatang pameran pendidikan yang kerap digelar
oleh universitas.
Biaya kuliah yang perlu dicermati, antara lain uang pangkal alias
uang masuk kuliah, biaya bulanan seperti SPP, ongkos mata kuliah per
sks, sumbangan gedung, biaya lain-lain seperti biaya orientasi awal
kuliah, biaya praktikum, dan seterusnya.
Hitung posisi
Setelah mengantongi informasi lengkap terkait biaya pendidikan di
calon kampus anak kita, kini saatnya menghitung posisi Anda. Berapa lama
jangka waktu yang Anda miliki sebelum dana tersebut akan dibutuhkan?
Diana menyarankan, dalam menghitung jangka waktu, ada baiknya diberikan
tambahan satu tahun lagi sebelum deadline penggunaan.
Sebagai contoh, biaya kuliah anak Anda diperlukan 18 tahun lagi, maka
saat menghitung berapa dana yang harus Anda sisihkan per bulan,
asumsikan deadline Anda tinggal 17 tahun. "Saat dana sudah sesuai
target, pindahkan atau amankan dulu ke instrumen lain yang risikonya
lebih rendah, seperti deposito," kata dia.
Selain menghitung sisa waktu sebelum tenggat kebutuhan, tengok
kondisi keuangan Anda saat ini. Tentu konyol jika Anda langsung mengotot
berinvestasi untuk dana kuliah anak yang masih 10 tahun lagi, namun
saat ini kondisi keuangan Anda amburadul. Dus, menggelar pemeriksaan
keuangan atawa financial check-up adalah wajib. Apa saja yang perlu
diperiksa?
Pertama, periksa arus kas Anda. Sudah positif atau malah negatif?
Bagaimana rasio kekayaan bersih Anda saat ini? Berapa beban utang
konsumtif Anda? Jika memungkinkan, lunasi dahulu utang-utang konsumtif
supaya buku keuangan Anda biru.
Kedua, hitung ketahanan keuangan Anda dengan cara mendaftar aset
likuid dan pendapatan pasif. Cukupkah sebagai bekal ketika kondisi
darurat menimpa Anda, seperti kehilangan pekerjaan maupun sakit?
Sisihkan dana darurat minimal enam kali pengeluaran keluarga per bulan.
Ketiga, ukur kecukupan proteksi. Asuransi jiwa bersifat wajib bagi
Anda yang sudah memiliki tanggungan. Keempat, susun skala prioritas
dimulai dari rencana keuangan dengan tenggat terdekat.
Pilih produk
Nah, usai mengetahui posisi Anda, kini giliran memilih produk yang sesuai demi pencapaian tujuan keuangan. Sebagai gambaran, jika saat ini biaya kuliah di universitas incaran mencapai Rp 12 juta per semester. Jika diasumsikan, besar inflasi biaya kuliah di tempat tersebut 15% per tahun, maka pada 10 tahun ke depan, biaya kuliah bisa membengkak jadi Rp 48,55 juta per semester.
Satu-satunya cara membiakkan duit untuk melawan inflasi adalah dengan
menginvestasikan dana yang kita miliki sekarang. Produk investasi
menjadi pilihan utama karena potensi return produk ini mampu melampaui
inflasi.
Apa saja produk investasi itu? Saham, reksadana, obligasi, emas,
perhiasan, properti, dan seterusnya, tergolong instrumen investasi.
Kenaikan harga sebuah saham sebagai contoh, bisa menembus dua digit
bahkan tiga digit dalam satu tahun.
Karena potensi return produk investasi cukup tinggi, risikonya pun
sebanding. Yakni, risiko penurunan nilai investasi hingga tergerusnya
modal yang Anda tanam.
Ya, memang tidak ada makan siang gratis. Anda bisa mengelola risiko
berinvestasi dengan melakukan diversifikasi portofolio dan rutin
menggelar financial check-up. Insyaallah, ikhtiar Anda menyiapkan dana
pendidikan anak berjalan lancar
Nah, bagi Anda yang ogah menanggung risiko itu mungkin berpaling ke
produk konservatif, seperti tabungan rencana atau deposito. Yang menjadi
pertanyaan, seberapa kencang laju pertumbuhan dana Anda bila ditanam di
produk nyaris tanpa risiko itu?
Prita memberikan ilustrasi, kebutuhan dana kuliah anak di universitas
swasta 18 tahun lagi mencapai Rp 555.991.731. Target dana itu bisa Anda
capai dengan cara menginvestasikan dana Rp 263.975 per bulan di
reksadana saham berimbal hasil 20% per tahun, selama 18 tahun (lihat
ilustrasi).
Namun, jika Anda memilih menabung di tabungan bank yang cuma memberi
imbal hasil rata-rata 2% per tahun, maka Anda harus menyisihkan Rp
2.137.009 per bulan selama 18 tahun. Perbedaannya jauh sekali, bukan?
Dengan berinvestasi, dana yang harus kita sisihkan relatif lebih ringan.
Freddy Pieloor, perencana keuangan MoneynLove, membeberkan, tingkat
inflasi biaya pendidikan nan tinggi tidak memungkinkan diimbangi oleh
pertumbuhan hasil pembiakan duit di produk bank. "Produk investasi yang
agresif lebih tepat untuk investasi menengah hingga panjang," ujarnya.
Jika Anda butuh duit kuliah anak 3 tahun lagi, tentu tidak tepat jika
Anda berinvestasi di produk saham atau reksadana saham. Produk
investasi yang lebih tepat adalah reksadana pendapatan tetap atau
reksadana pasar uang.
Konsekuensi lain dari tenggat yang sudah sangat dekat adalah Anda
harus menyisihkan dana jauh lebih besar tinimbang jika bersiap dari
jauh-jauh hari. Moral cerita, menyiapkan pendanaan dari jauh-jauh hari
akan sangat meringankan beban Anda ke depan.
Mulai berinvestasi
Kini Anda sudah mengantongi perencanaan keuangan nan lengkap. Lantas,
tunggu apa lagi? Mulailah berinvestasi. Manfaatkan fasilitas autodebet
atau autoinvest yang banyak tersedia di bank-bank penjaja produk
reksadana.
Memanfaatkan fasilitas-fasilitas tersebut akan sangat membantu
disiplin anggaran Anda. Dus, saat ada obral besar di mal atau online
shop, Anda tak lagi mudah tergoda. Semua demi masa depan anak tercinta!
Sumber dari :
http://personalfinance.kontan.co.id/news/meretas-rencana-mengantar-si-buah-kati-kuliah
0 komentar:
Post a Comment